Thomas Hobbes
Hobbes memiliki pengaruh terhadap seluruh bidang kajian
moral di Inggris serta
filsafat politik, khususnya melalui bukunya yang amat terkenal "
Leviathan". Hobbes tidak hanya terkenal di Inggris tetapi juga di
Eropa Daratan. Selain dikenal sebagai filsuf, Hobbes juga terkenal sebagai ahli
matematika dan sarjana klasik. Ia pernah menjadi guru matematika
Charles II serta menerbitkan terjemahan
Illiad dan
Odyssey karya
Homeros.
Empirisme
Inti pemikiran Hobbes berakar pada empirisme (berasal dari bahasa Yunani
empeiria yang berarti 'berpengalaman dalam, berkenalan dengan'). Empirisme menyatakan bahwa pengalaman adalah asal dari segala pengetahuan. Menurut Hobbes, filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang efek-efek atau akibat-akibat berupa fakta yang dapat diamati. Segala yang ada ditentukan oleh sebab tertentu, yang mengikuti hukum
ilmu pasti dan ilmu alam.
Yang nyata adalah yang dapat diamati oleh indera manusia, dan sama
sekali tidak tergantung pada rasio manusia (bertentangan dengan
rasionalisme). Dengan menyatakan yang benar hanyalah yang inderawi, Hobbes mendapatkan jaminan atas kebenaran.
Materialisme
Hobbes adalah seorang
materialis. Ia meyakini bahwa manusia (termasuk pikirannya, dan bahkan
Tuhan) terdiri dari materi.
Meskipun tidak pernah disebutkan secara eksplisit dalam karya-karyanya,
Hobbes telah menyerang lawannya yang meyakini hal-hal imaterial.
Tentang kemandirian filsafat
Hobbes dikenal sebagai salah seorang perintis kemandirian filsafat. Hobbes berpendapat bahwa selama ini, filsafat banyak disusupi gagasan religius. Hobbes menegaskan bahwa obyek filsafat adalah obyek-obyek lahiriah yang bergerak beserta ciri-cirinya. Menurutnya, substansi yang tak dapat berubah, seperti
Allah, dan substansi yang tak dapat diraba secara empiris, seperti
roh,
malaikat, dan sebagainya, bukanlah obyek dari filsafat. Hobbes menyatakan bahwa filsafat harus membatasi diri pada masalah kontrol atas alam.
Berdasarkan pemikiran tersebut, Hobbes menyatakan hanya ada empat bidang di dalam filsafat, yakni:
- Geometri, yang merupakan refleksi atas benda-benda dalam ruang.
- Fisika, yang merupakan refleksi timbal-balik benda-benda dan gerak mereka.
- Etika, yang dalam pengertian Hobbes dekat dengan psikologi. Maksudnya, refleksi atas hasrat dan perasaan manusia serta gerak-gerak mentalnya.
- Politik, yang adalah refleksi atas institusi-institusi sosial.
Hobbes menyatakan bahwa keempat bidang tersebut saling berhubungan satu sama lain. Karena itulah, Hobbes berpandangan bahwa masyarakat dan manusia dapat dilihat melalui gerak dan materi dalam fisika.
Tentang pengenalan
Sebagai penganut empirisme, Hobbes menganggap bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman semata-mata. Tidak seperti kaum
rasionalis, pengenalan dengan akal hanyalah mempunyai fungsi mekanis.
Pengenalan dengan akal dimulai dengan kata-kata yang menunjuk pada
tanda-tanda tertentu yang sebenarnya sesuai dengan kebiasaan saja.
Pengertian-pengertian umum hanyalah nama belaka, yaitu sebagai nama
bagi gambaran-gambaran ingatan tersebut, bukan nama benda pada dirinya
sendiri. Pengamatan indrawi terjadi karena gerak benda-benda di luar manusia yang menyebabkan adanya rangsangan terhadap indra manusia. Rangsangan tersebut diteruskan ke
otak, dan dari otak ke
jantung. Di dalam jantung timbullah reaksi tertentu yang merespons pengamatan tersebut.
Manusia
Pandangan Hobbes tentang manusia dimulai dengan pertanyaan: apa yang menggerakkan manusia? (
what makes him tick?).
Di sini, Hobbes membandingkan manusia dengan sebuah jam tangan yang
bergerak secara teratur karena ada onderdil-onderdil di dalamnya. Hobbes memandang manusia secara mekanis belaka. Manusia adalah setumpuk material yang bekerja dan bergerak menurut hukum-hukum ilmu alam. Untuk itu, ia menyingkirkan segala macam anggapan moral-metafisik tentang manusia. Misalnya saja, pandangan bahwa manusia memiliki kodrat sosial, kebebasan, keabadian
jiwa, dan sebagainya. Jiwa dan akal budi hanya dianggap sebagai bagian dari proses mekanis di dalam tubuh.
Setelah mengetahui seluruh kaitan antara onderdil-onderdil dari
sebuah jam tangan, maka kita dapat mengetahui prinsip kerja yang
menyebabkan jam tangan itu bergerak. Kesimpulan akhir Hobbes mengenai faktor penggerak manusia adalah psikis manusia, yakni nafsu.
Nafsu yang paling kuat dari manusia adalah nafsu untuk mempertahankan
diri, atau dengan kata lain, ketakutan akan kehilangan nyawa. Dari dasar pemikiran itulah Hobbes kemudian merumuskan pandangannya tentang negara yang amat terkenal.
Negara
Pemikiran Hobbes mengenai negara terdapat di dalam karya besarnya yang berjudul "Leviathan". Leviathan adalah nama binatang di dalam
mitologi Timur Tengah yang amat buas. Di dalam filsafat Hobbes, Leviathan merupakan simbol suatu sistem negara.
Seperti Leviathan, negara haruslah berkuasa mutlak dan ditakuti oleh
semua rakyatnya, karena hanya dengan cara inilah manusia-manusia dapat
mengalami ketertiban dan kebahagiaan.
Di dalam pandangannya tentang manusia, Hobbes berpendapat bahwa
seluruh perilaku manusia ditentukan oleh kebutuhan mempertahankan diri
atau takut akan kehilangan nyawa.
Dengan mengetahui hal tersebut, Hobbes merasa mampu menjawab pertanyaan
bagaimana manusia harus bersikap baik, yaitu kuasailah rasa takut mati
mereka. Bila manusia diancam dan dibuat takut, ia akan dapat mengendalikan emosi dan nafsunya sehingga kehidupan sosial dapat terjamin. Karena itu, negara haruslah menekan rasa takut mati dari warga negaranya, supaya setiap orang berbuat baik.
Terbentuknya negara
Menurut Hobbes, manusia tidaklah bersifat sosial. Manusia hanya memiliki satu kecenderungan dalam dirinya, yaitu keinginan mempertahankan diri. Karena kecenderungan ini, manusia bersikap memusuhi dan mencurigai setiap manusia lain:
homo homini lupus! (manusia adalah serigala bagi sesamanya). Keadaan ini mendorong terjadinya "perang semua melawan semua" (
bellum omnium contra omnes). Inilah "keadaan alamiah" saat belum terbentuknya negara. Akan tetapi, jika terus-menerus terjadi perang semua melawan semua, tentu saja eksistensi manusia juga terancam.
Untuk itu, manusia-manusia mengadakan sebuah perjanjian bersama untuk
mendirikan negara, yang mengharuskan mereka untuk hidup dalam perdamaian
dan ketertiban.
Status negara
Negara berkuasa secara mutlak dan berhak menentukan nasib rakyatnya demi menjaga ketertiban dan perdamaian. Status mutlak dimiliki negara sebab negara bukanlah rekan perjanjian, melainkan hasil dari perjanjian antar-warga negara. Artinya, di dalam perjanjian membentuk negara, setiap warga negara telah menyerahkan semua hak mereka kepada negara.
Akan tetapi, negara sama sekali tidak punya kewajiban apapun atas
warganya, termasuk kewajiban untuk bertanggung jawab pada rakyat.
Negara berada di atas seluruh warga negara dan berkuasa secara mutlak.
Kemudian negara juga berhak menuntut ketaatan mutlak warga negara
kepada hukum-hukum yang ada, serta menyediakan hukuman bagi yang
melanggar, termasuk
hukuman mati. Dengan demikian, warga negara akan menekan hawa nafsu dan insting untuk berperilaku destruktif. Selanjutnya, warga negara akan memilih untuk patuh kepada hukum karena memiliki rasa takut dihukum mati.
Hilangnya kebebasan warga negara terhadap negara adalah harga yang
harus dibayar jika semua orang ingin hidup dalam ketenteraman,
keteraturan, dan kedamaian.
Pembatasan kekuasaan negara
Jikalau kekuasaan negara begitu mutlak dan tidak dapat dituntut oleh
warga negara, bukankah potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh negara
menjadi amat besar? Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, Hobbes menyatakan dua hal.
- Pertama, perlu ada kesadaran dari pihak yang berkuasa
mengenai konsep keadilan, sebab kelak perbuatannya harus
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah dalam pengadilan terakhir.
- Kedua, jika negara mengancam kelangsungan hidup warga negara,
maka setiap warga negara yang memiliki rasa takut terhadap kematian
akan berbalik menghancurkan negara, sebelum negara menghancurkan mereka. Pada situasi tersebut, masyarakat akan kembali ke "keadaan alamiah"
untuk selanjutnya membentuk negara yang lebih baik, dan seterusnya.
Pengaruh
Tulisan-tulisan Hobbes, khususnya "Leviathan", sangat memengaruhi
seluruh filsafat politik dan filsafat moral di Inggris pada masa-masa
selanjutnya. Di Eropa Daratan, Hobbes juga membawa pengaruh kuat. Salah satu filsuf besar yang dipengaruhi Hobbes adalah Baruch Spinoza. Spinoza dipengaruhi Hobbes di dalam pandangan-pandangan politik dan juga bagaimana berhubungan dengan Alkitab.
Hobbes juga merupakan salah seorang filsuf, jika bukan yang pertama,
yang amat berpengaruh dalam perdebatan antara kehendak bebas dan determinisme.
Selain itu, ia juga merupakan salah satu filsuf bahasa yang paling
penting karena ia berpandangan bahwa bahasa bukan hanya digunakan untuk
menjelaskan dunia, tetapi juga untuk menunjukkan perilaku-perilaku dan
juga untuk mengikat janji dan kontrak.
Kemudian Hobbes juga berpengaruh di dalam studi kontraktarianisme. Kontraktarianisme merupakan bagian dari teori-teori moral dan politik yang menggunakan ide teori kontrak sosial.
Hobbes merupakan salah satu filsuf kontrak sosial tradisional yang
menggunakan ide kontrak sosial untuk menegaskan peran negara. Di sini, Hobbes merupakan pionir dari salah satu dari dua argumen moral tentang kontrak sosial yang ada. Satu jenis argumen moral tentang kontrak sosial lainnya diberikan oleh Immanuel Kant.
Selain itu, Hobbes juga merupakan filsuf modern pertama di dalam bidang sensasionalisme. Sensasionalisme adalah pandangan yang menganggap semua keadaan mental,
secara khusus kognitif manusia, beraal dari komposisi atau
asosiasi-asosiasi dari sensasi atau perasaan belaka.