REVIEW BUKU “POLITIK EKONOMI MODERN” By: NORMAN FROHLICH & JOE A. OPPENHEIMER (263 hal)

RINGKASAN BUKU
Buku ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian I (Bab 1-4) menyajikan asumsi-asumsi dasar dengan prasuposisi metodologisnya. Bagian ini merupakan penerapan asumsi dua jenis gejala politik: pengambilan keputusan secara kelompok (Bab 1), dan penyusunan organisasi (Bab 2 sampai 4). Analisanya diuraikan agar bersifat umum supaya hasil-hasilnya dapat dipakai dalam berbagai system politik serta sub-kelompoknya seperti: totalitarisme, birokratisme, primitive tradisional, demokrasi dan lain-lain. Pembahasan tentang kepemimpinan dalam bab 4 lebih menjelaskan cara pemakaian ini. Bagian II (Bab 5-6) lebih terarah dalam arti bahwa apa yang disajikan merupakan hasil-hasil teoritis yang langsung dapat digunakan dalam konteks-konteks demokrasi. Oleh karena itu maka pusat perhatian Bagian II terletak pada cara-cara pemungutan suara serta partisipasi dalam system-sistem demokrasi, pembinaan kualisi-kualisi demokrasi dan penggalangan semangat. Argumentasinya dapat diikuti sejalan dengan urutan bab-babnya.
Tujuan akhir buku ini yaitu dapat menjadi pegangan untuk memahami pokok-pokok yang paling mendasar di bidang ekonomi politik. Seperti cara-cara, asumsi-asumsi serta penemuan-penemuan pokoknya, serta menumbuhkan suatu rasa ingin tahu yang menjurus ke penelitian lebih lanjut. Buku ini juga bertujuan agar pembaca mengetahui perkembangan-perkembangan politik.
Bagian I: Pendahuluan
Teori merupakan sebuah alat penelitian politik serta pelaksanaan politik. Salah satu tujuan penelitian politik adalah mendapatkan pengetahuan yang bermanfaat untuk mencapai sasaran-sasaran politik. Tugas kita adalah, menjelaskan fenomena-fenomena politik sebagai akibat pilihan-pilihan politik. Dalam melakukan pilihan-pilihan politik, yang menjadi pokok adalah keputusan-keputusan ataupun pilihan-pilihan yang menyangkut alternatif-alternatif atau langkah-langkah tindakan yang berbeda, dimana seseorang dapat memilih dan memang melakukan pilihan. Dalam menganalisa pilihan-pilihan politik, maka diperlukan suatu uraian mengenai alternative-alternatif yang terbuka bagi orang yang akan melakukan pilihan.
Dalam politik, pemilihan tidak hanya merupakan suatu keyakinan saja, tetapi juga menyangkut suatu proyeksi sebagai akibat-akibat dari alternatif-alternatif. Dalam memilih, berarti kita juga memilih akibat-akibat yang diperkirakan akan timbul oleh langkah tindakan itu. Ada kalanya akan muncul akibat-akibat yang tak terduga, namun akibat-akibat dari langkah-langkah tindakan yang diambil turut berperan dalam menentukan pilihan. Timbulnya altrenatif-alternatif serta akibat-akibatnya, maka nilai atau preferensi dari berbagai langkah tindakan juga ikut dalam menentukan pilihan.
Karakteristik dan preferensi sangat berkaitan erat dengan masalah memilih. Karakteristik dikaitkan dengan pemilihan yang menggunakan aturan-aturan pemilihan atau berupa pilihan. Ketentuan-ketentuan tersebut menyatakan (meramalkan) pilihan-pilihan seseorang sebagai fungsi langsung dari preferensi-preferensi tentang sebab akibat alternative yang dipilih.
Ada dua preferensi, yaitu preferensi deterministik dan preferensi probabilistic. Dalam memilih preferensi deterministic, kita mengabaikan beberapa masalah yang dikemukakan para ahli psikologi tentang preferensi-preferensi manusia, dimana orang-orang saling bertentangan dalam memberikan pernyataan mengenai preferensi-preferensi mereka. Kondisi saling bertentangan tersebut disebabkan karena perubahan-perubahan situasi dalam lingkungan pemilihannya.
Pendekatan probabilistik menghadapkan dua masalah. Pertama, pendekatan itu tidak tampak, bagi kita, merupakan pencerminan yang lebih realistis dari preferensi yang sebenarnya. Kedua, pendekatan itu akan sangat menyulitkan pembuatan analisa, dan dapat mengubah beberapa kesimpulan pokok yang dicapai para penulis yang menggunakan preferensi deterministik dalam penyusunan analisa-analisa mereka. Berdasarkan alas an-alasan ini, maka akan kita anggap bahwa orang-orang mempunyai preferensi-preferensi deterministik.
Preferensi bersifat transitivitas, yaitu semua alternatifnya dapat diurutkan dengan baik apabila terdapat lebih dari dua buah alternatif. Transitivitas memungkinkan diurutkannya semua alternative dari yang paling disukai sampai ke yang paling tidak disukai.
Kenalaran dengan proses-proses kenalarannya serta efisiensinya dalam mencapai tujuan seringkali dipandang sebagai sesuatu yang baik. Tetapi tidak semua perilaku yang bernalar itu baik.
Nilai yang mendasari preferensi serta perilaku orang dapat sangat berbeda. Suatu rangkaian nilai-nilai dapat menyebabkan seseorang yang bernalar menjadi tidak bernalar. Tapi dalam ekonomi politik modern, semata-mata hanya menyangkut penjelasan atas serta peramalan berdasarkan rangkaian-rangakaian nilai tertentu bagi orang-orang yang rasional.

Bab 1: Pilihan Kelompok
Situasi pilihan politik yang dihadapi seseorang berada dalam suatu konteks social. Keputusan-keputusan tersebut tidak dibuat sendiri, melainkan orang lain pun ikut terlibat dan preferensi mereka umumnya tidak sama. Lagi pula hasil-hasil dari pilihan seseorang sangat tergantung dari bagaimana orang-orang lain melakukan pilihan mereka. Kedua factor ini sangat mempersulit pembuatan analisa tentang keputusan-keputusan politik. Masalah yang bersangkutan dengan penyatuan preferensi pribadi dan pilihan-pilihan yang saling bergantungan menjadi sebuah pilihan kelompok merupakan inti dari analisa politik.
Politik tidak saja melibatkan individu, tetapi juga kelompok-kelompok. Jika asumsi tentang pilihan rasional seseorang hendak dimanfaatkan dalam menjelaskan prose-proses politik serta akibat-akibatnya, maka asumsi itu haruslah memungkinkan kita untuk memperkirakan akibat-akibat dari tindakan kelompok. Jadi, suatu hubungan harus dicari untuk mengaitkan pilihan perorangan dengan pilihan kelompok.
Pilihan kelompok dapat dengan mudah dikenali melalui kesamaan atau penyatuan preferensinya dengan cara yang serupa asumsi-asumsi yang dipakai untuk perseorangan. Jika kelompok-kelompok mempunyai preferensi yang bersifat transitif, maka kelompok itu dapatlah diperlakukan sebagai pribadi-pribadi. Tetapi jika kelompok tersebut hendak diperlakukan sebagai suatu kesatuan, maka salah satu syaratnya adalah pilihan-pilihan kelompok dapat dihubungkan dengan preferensinya dengan cara yang rasional. Salah satu cara yang paling terkenal untuk mendapatkan pilihan kelompok dari penjumlahan preferensi-preferensi masing-masing adalah melalui pemungutan suara.
Sebaliknya, ada kemungkinan bahwa preferensi yang dianut mempunyai kesamaan karakteristik sehingga preferensi pribadi mudah mdisatukan menjadi pilihan kelompok.
Kenneth J. Arrow mengunngkapkan ada ma tuntutan dari prosedur pilihan masyarakat atau kelompok. Pertama, sesuatu prosedur tidaklah harus menghasilkan suatu urutan preferensi yang lengkap bagi sebuah kelompok, melainkan cukup sekedar merincikan suatu rangkaian pilihan dari alternative-a;ternatif yang akan dipertimbangkan.
Kedua, prosedur tidak menjabarkan preferensi-preferensi menjadi pilihan kelompok dengan cara yang dipaksakan. Artinya, harus ada kaitan yang positif antara nilai-nilai perorangan dan pilihan masyarakat.
Ketiga, adanya ketidak saling tergantungnya alternative-alternatif yang tidak relevan. Pilihan alternative tidak tergantung pada alternative yang tidak termasuk dalam kemungkinan untuk dipilih.
Keempat adalah syarat kedaulatan warga atau non-imposisi, yaitu menetapkan bahwa sesuatu pola preferensi tertentu dari para anggota kelompok sudah mencukupi untuk diterimanya setiap alternative. Setiap alternative merupakan suatu kemungkinan pilihan yang masuk akal bagi kelompok itu, dan akan terpilih jika dalam kelompok itu berlaku pola preferensi yang mendukungnya.
Kelima, tidak seorangpun dimungkinkan untuk menjadi diktator. Artinya, tidak boleh ada seorangpun yang dapat menentukan cara pengurutan kelompok antara setiap pasangan alternative tanpa memperhitungkan preferensi orang lain. Tidak seorangpun dapat memaksakan kehendaknya dalam setiap keadaan.
Kesimpulannya, tidak mungkin ditemukan sebuah prosedur pengambilan keputusan yang memenuhi kelima syarat ini dan dalam pada itu menjamin keputusan-keputusan kelompok yang transitif.

Bab 2: Tindakan Kolektif dalam Kelompok-Kelompok yang Tidak Terorganisasi
Tujuan-tujuan tindakan politik mempunyai cirri umum yaitu seluruh barang-barang adalah milik bersama dan tercapainya atau tidak tercapainya tujuan-tujuan itu harus dilakukan bersama-sama oleh semua anggota dalam sebuah kelompok.
Tercapainya setiap tujuan bersama berarti bahwa suatu hal milik umum atau milik bersama telah disediakan bagi kelompok yang bersangkutan. Artinya, milik bersama sebuah kelompok berarti bahwa tidak seorangpun dalam kelompok itu dikecualikan dari perolehan manfaat atau keuntungan sebagai akibat dari dicapainya tujuan atau maksud itu. Oleh karena itu, untuk menganalisa pilihan-pilihan politik dari kelompok-kelompok, kita perlu meninjau bagaimana kelompok-kelompok yang terdiri dari orang-orang rasional mendapatkan barang-barang milik bersama.
Dalam perilaku perorangan dan optimalitas, yang menjadi perhatian kita adalah hasilnya bagi kelompok-kelompok orang, yaitu konsekuensi dari pilihan-pilihan kelompok.
Untuk melihat bagaimana perilaku rasional seseorang berkaitan dengan perilaku kelompok, maka kita gabungkan perilaku dari masing-masing orang dengan pengaruh timbal baliknya untuk memenuhi suatu kepentingan bersama atau memperoleh suatu barang kolektif. Makin besar jumlah orang-orang dalam sebuah kelompok yang tidak terorganisasi, makin optimal pula hasil-hasil yang akan diterima dari barang kolektifnya. Pemenuhan setiap kepentingan bersama merupakan sebuah barang kolektif.

Bab 3: Tindakan Kolektif Pemerataan Biaya Marginal dan Preferensi yang Tak Menentu
Kelompok-kelompok yang tak terorganisasi tak dapat menyediakan bagi diri mereka sendiri jumlah-jumlah barang kolektif yang optimal. Optimalitas mengkehendaki bahwabiaya-biaya dibagi serta dipikul bersama secara adil, sedangkan orang-orang yang secara politis tidak terorganisasi tak mempunyai sarana-sarana yang secara nyata dapat mengkoordinasikan tindakan-tindakan mereka untuk membagi biaya-biaya yang diperlukan untuk memperoleh suatu barang kolektif.
Suatu bentuk organisasi di kalangan para penerima manfaat untuk membagi-bagikan biaya-biaya barang yang bersangkutan diperlukan untuk memperoleh penyediaan yang optimal. Masalahnya adalah bagaimana mengorganisasikan kelompok itu untuk membagi-bagikan biaya-biaya barangnya di antara orang-orang yang akan menarik keuntungan dari barang itu.
Jika orang-orang diharapkan untuk menyumbang secara sukarela bagi barang-barang kolektif, maka biaya marginalnya harus mereka pikul bersama. Maka, pengorganisasian secara politik mensyaratkan untuk keberhasilannya bahwa biaya marginal untuk setiap tambahan satu unit barang kolektif harus dipikul bersama.
Pemusatan perhatian pada peluang untuk menjadi factor penentu membuka kesempatan gbagi kita untuk menganalisa masalah utama dalam mendapatkan partisipasi atau dukungan-dukungan politik.
Suatu kesepakatan untuk membagi biaya-biaya marginal untuk sesuatu barang kolektif tidak dengan sendirinya akan sudah memadai untuk mendorong orang-orang yang bersangkutan agar berpegang teguh pada apa yang telah disepakati.
Mengatasi rintangan partisipasi yaitu dengan menyediakan perangsang-perangsang yang terkecualikan untuk mengatasi rintangan kea rah tindakan politik yang efektif, dan setiap orang dapat diuntungkan oleh perangsang-perangsang itu.

Bab 4: Pengorganisasian Politis dan Wiraswastaan Politik
Masalah politik merupakan masalah-masalah yang bersumber pada perhitungan-perhitungan tentang orang-orang yang rasional serta menempatkan kepentingan diri sendiri dengan barang-barang kolektif. Tapi, itu saja belum cukup menjadi dasar yang kuat untuk tindakan kolektif yang efektif. Masih diperlukan perangsag-perangsang yang lain yang selektif atau berupa suatu dugaan untuk memotivasi orang-orang.
Tetapi perangsang-perangsang ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. Keuntungan-keuntungan dari suatu usaha untuk bergeser menuju optimalitas mungkin cukup besar untuk membuat semuanya merasa diuntungkan jika membayar untuk pengadaan suatu system perangsang.
Kewiraswastaan sejak lama sudah dipelajari dalam ilmu ekonomi dan berbagai asumsi mengenai motivasi-motivasi serta fungsi kewiraswastaan memegang peranan yang penting dalam teori-teori ekonomi.
Seorang wiraswastawan politik adalah seseorang yang menginvestasikan waktu atau sumebrdaya lain yang dimiliki untuk mengkoordinasikan serta mempersatukan factor-faktor produksi lainnnya dalam rangka menyediakan barang-barang kolektif.
Wiraswastawan politik berbeda dengan wiraswastawan ekonomi dalam peralatan yang harus mereka gunakan dalam manipulasi yang harus mereka lakukan. Keduanya melakukan tugas-tugas yang mempunyai perbedaan penting. Perbedaannya terletak pada persaingan. Dalam persaingan ekonomi, maka yang diperebutkan adalah bagian-bagian dari pasar. Sedangkan dalam politik, orang berusaha mendesak ke luar lawannya. Seorang wiraswastawan politik menjalani karir dimana lawan-lawan senantiasa berusaha untuk menggesernya serta imbalan-imbalan dari jabatannya.
Dua faktor mempengaruhi apa yang oleh seorang wiraswastawan dapat diharapkan dari kegiatannya yaitu sumber imbalan dalam jabatannya, dan resiko yang terkait dengan usaha mendapatkan imbalan mengingat kemungkinan-kemungkinan oposisinya yang kuat.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seorang wirastwastawan dianggap bersikap rasional jika ia mengadakan spesialisasi (tidak akan melakukan investasi untuk mengamankan kedudukannya) adalah bahwa kedudukannya tidak dapat diganggu gugat atau bahwa ia tidak lagi dapat merubah peluangnya untuk mempertahankan jabatannya.
Wiraswastawan politik jarang untuk berdiam diri dalam bertahan di jabatannya. Contohnya, pemimpin sebuah system birokrasi. Seorang pemimpin yang rasional akan memusatkan usahanya untuk memperbesar arus imbalan yang dinikmatinya sebagai akibat dari kedudukannya. Tetapi karena arus imbalan seorang birokrat tidak selalu berkaitan langsung dengan besarnya anggaran belanja bironya, maka rumusan-rumusan mengenai sikap laku pemimpin merupakan hasil usaha wiraswastawan birokrat memperbesar belanja bironya telah diganti.
Peranan pemimpin politik ternyata belum cukup terperinci. Detail konteks dimana pemimpin itu harus bekerja harus diisikan terlebih dahulu sebelum perilaku seorang wiraswastawan yang rasional dapat dijelaskan atau diramalkan sekalipun nilai-nilai orang yang bersangkutan sudah diketahui.
Machivelli dengan etika kepemimpinannya menetapkan usaha kolektif yang efektif sebagai prasyarat yang logis bagi berdirinya serta terpeliharanya suatu masyarakat yang memungkinkan orang-orang menjalankan kehidupan pribadi yang lebih bermoral.

Bagian II: Ekonomi Politik dalam Sistem Demokrasi
Suatu system demokrasi menghendaki sejumlah besar penilaian disatukan ke dalam sebuah keputusan. Sistem ini menggabungkan penilaian perorangan untuk  mencapai keputusan-keputusan bersama. Sistem demokrasi adalah suatu gabungan tertentu dari aturan-aturan pengambilan keputusan untuk mencapai berbagai keputusan kelompok tertentu.
Apabila ketentuan pengambilan keputusan itu tidak ditaati, maka biaya-biaya partisipasi politik menjadi tinggi. Ketentuan pengambilan keputusan menetapkan suatu gabungan sumberdaya yang tertentu mempunyai bobot dalam konteks-konteks politik, maka sumberdaya tersebut nilainya akan naik karena penggunaan tambahan yang dapat dikenakan berdasarkan ketentuan itu.

Bab 5: Pemungutan Suara
Pemungutan suara merupakan suatu aspek sentral dalam demokrasi. Teori tentang tindakan rasional memberikan suara dapat mudah dikaitkan dengan argumentasi-argumentasi terdahulu mengenai tindakan kolektif. Contohnya, politisi dalam usaha mendapatkan suara perlu memberikan insentif pada orang agar member suara padanya.
Salah satu model pungutan suara adalah model Down. Voter Down dapat memilih untuk memberikan suara atau abstain, tetapi dia tidak dapat menentukan alternatif atas dasar mana ia harus memberikan suara. Pembahasan Down membicarakan faktor-faktor bahwa voter yang rasional akan dipertimbangkan dalam membuat pilihan tersebut. Ia menganggap voter akan membatasi kalkulasinya pada keuntungan-keuntungan dan biaya-biaya yang potensial untuk voting yang jelas-jelas politik.
Voting tidak merupakan satu-satunya hasil kontes politik. Salah satu contributor lainnya adalah uang. Uang dapat diharapkan menjadi semakin terinformasi secara politis disbanding rata-rata voter. Selain itu contributor lainnya adalah tes tak langsung atau observasi untuk mengetahui apakah sumbangan dilakukan untuk mendapatkan dukungan. Sementara itu, bentuk kontribusi-kontribusi yang lain akan menimbulkan permasalahan sehubungan dengan efek distribusi sumber-sumber selain suara pada hasil proses pemilihan.

Bab 6: Landasan Partai dalam Suatu Demokrasi
Platform adalah suatu statement tentang prinsip-prinsip dan kebijaksanaan untuk diikuti sehubungan dengan sejumlah besar masalah-masalah umum, yang dipakai/diadopsi oleh konvensi partai sebagai suatu dasar untuk appeal partai bagi dukungan public.
Dalam suatu pemilihan adalakanya terdapat kondisi single-peaked yang mengkehendaki adanya beberapa pengaturan atas semua usulan agar masing-masing preferensi individu tercakup dalam masing-masing arah sewaktu seseorang itu bergerak menjauh dari point yang paling disukainya.

B.    METODE (PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN PENULIS)
Penulis menggunakan pendekatan secara teoritis, terbukti dengan adanya sejumlah teori-teori yang dikemukakan dalam buku ini baik yang dikembangkan penulis maupun dikembangkan oleh ahli-ahli lain. Penulis juga mempergunakan asumsi-asumsi psikologis tentang tingkah laku perorangan untuk menjelaskan tingkah-tingkah orang-orang sebagai kelompok di dalam buku ini.

C.     TEORI DAN KONSEP
Teori yang dikembangkan oleh penulis menyinggung aneka ragam masalah politik. Teori tersebut mengidentifikasikan strategi-strategi yang efisien untuk menyusun organisasi, memimpin serta membentuk koalisi atas dasar politik. Selanjutnya, penulis menjelaskan tentang lika-liku pemungutan suara, gejala-gejala birokrasi, penggalangan semangat serta dagang suara. Dan akhirnya, penulis menyajikan pula analisa-analisa yang normatif mengenai demokrasi konstitusional maupun system-sistem pemerintahan yang lain.
Penulis juga mempergunakan asumsi-asumsi psikologis tentang tingkah laku perorangan untuk menjelaskan tingkah-tingkah orang-orang sebagai kelompok, serta pandangan-pandangan yang serupa tentang bagaimana preferensi-preferensi individual berkaitan dengan rangkaian-rangkaian tindakan yang meghasilkan perilaku politis tertentu pada kelompok-kelompok dan analisa-analisa mereka mencakup berbagai macam segi politik.

D.    KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Kelebihan
Buku ini terdiri dari dua buah bab yang mempermudah pembaca untuk mengetahui korelasi antar sub-sub bab. Buku ini dapat dijadikan pegangan untuk memahami pokok-pokok yang paling mendasar di bidang Ekonomi Politik. Buku ini juga banyak sekali menyediakan contoh kasus sebagai upaya mempermudah pembaca untuk memahami buku tersebut.
Kekurangan
Dikarenakan basis buku menggunakan bahasa asing, yaitu Bahasa Inggris, dalam arti kata buku ini adalah buku terjemahan ke Bahasa Indonesia, butuh waktu untuk mencerna dan memahami terjemahan tersebut yang dapat dikatakan baku dan tidak dalam kaedah dan diksi penulisan kalimat Bahasa Indonesia.
Jika dibandingkan dengan buku yang berjudul Ekonomi Politik karangan Hudiyanto yang sama-sama ada membahas mengenai demokrasi, buku ini tergolong sangat berat. Ekonomi Politik karangan Hudiyanto menjelaskannya dengan sangat lugas dan lebih mudah dimengerti. Ia menjelaskan mengenai demokrasi dan efisiensi, baik itu konfrontasi di antara keduanya dan upaya untuk menserasikan kedua hal ini. Pada satu sisi pemerintah diharapkan untuk menyediakan barang privat dan publik bagi masyarakat. Mingkin pada komunitas kecil seperti keluarga, keputusan dapat aklamasi, namun dalam komunitas besar seperti negara, maka keputusan itu harus bisa dilakanakan secara adil dan di ikuti semua orang dalam pola pemilihan umum. dalam bahasa sederhana nya, demokrasi selalu berbiaya mahal dan hasil nya kurang memuaskan.

E.     PANDANGAN PRIBADI TERHADAP BUKU
Dalam ekonomi politik, pemilihan tidak hanya merupakan suatu keyakinan saja, tetapi juga menyangkut suatu proyeksi sebagai akibat-akibat dari alternatif-alternatif. Dalam memilih, berarti kita juga memilih akibat-akibat yang diperkirakan akan timbul oleh langkah tindakan itu. Ada kalanya akan muncul akibat-akibat yang tak terduga, namun akibat-akibat dari langkah-langkah tindakan yang diambil turut berperan dalam menentukan pilihan. Timbulnya altrenatif-alternatif serta akibat-akibatnya, maka nilai atau preferensi dari berbagai langkah tindakan juga ikut dalam menentukan pilihan.
Buku ini sangat bagus dalam memahami bagaimana cara-cara pemilihan dalam politik ekonomi serta prosedur dan teori-teori apa yang dapat digunakan. Namun dari segi penyajian, buku ini sangat sulit dipahami dan berbelit-belit, baik dari struktur bahasa dan kalimat dikarenakan buku ini adalah buku terjemahan. Pemilihan contoh kasusnya pun sangat rumit untuk ukuran mahasiswa, pasalnya, buku ini mengambil banyak kasus di dalam sebuah perusahaan yang sudah berbasiskan professional. Buku ini banyak diisi dengan contoh kasus, dan sedikit teori.

F.     RUJUKAN
Hudiyanto. 2005. Ekonomi Politik. Jakarta: Bumi Aksara

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Policy Forecasting By: William N. Dunn

PENGERTIAN PERAMALAN KEBIJAKAN
Kebijakan merupakan segala sesuatu yang dilakukan ataupun tidak dilakukan oleh pemerintah untuk masyarakatnya, sebagai serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan dan sasaran program-program pemerintahannya. Maksud dan tujuan kebijakan dibuat adalah untuk memecahkan masalah publik yang sedang berkembang dimasyarakat dan masalah yang muncul dalam masyarakat begitu banyak macam, variasi dan intensitasnya. Namun, tidak semua masalah bisa melahirkan kebijakan publik.
Oleh karena itu, untuk menentukan sebuah permasalahan perlu adanya proses pengidentifikasian masalah atau yang disebut juga dengan perumusan masalah. Bukan pekerjaan yang mudah untuk mengidentifkasi sebuah permasalahan. Terkadang, kita akan salah menginterpretasi bahwa masalah yang muncul bukan merupakan sebuah permasalahan kebijakan (Dunn, 2000: 209). Perlu adanya kehatian-kehatian dalam proses perumusan permasalahan. Untuk merumuskan sebuah kebijakan baru, setelah maslah teridentifikasi dengan baik, maka diperlukan adanya peramalan kebijakan, hal ini dilakukan untuk berhasilnya sebuah analisis kebijakan dan yang akan memberikan pengaruh bagi perbaikan pembuatan kebijakan itu sendiri. Sehingga melalui peramalan kita akan memperoleh visi yang prospektif, sehingga dapat memperluas kapasitas kita untuk memahami, mengontrol dan membimbing masyarakat sebagai pelaku kebijakan.
Rekomendasi kebijakan akan dapat diberikan setelah adanya analisa kebijakan dilakukan. Dan ketika kebijakan diimplementasikan perlu adanya pemantauan hasil-hasil kebijakan serta evaluasi kinerja kebijakan.
Peramalan kebijakan merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembuatan kebijakan. Para pembuat serta penganalisa kebijakan harus mengetahui bagaimana cara meramalkan suatu kebijakan, tujuan serta manfaat sebuah peramalan kebijakan. Sehingga, seperti yang telah tersampaikan sebelumnya, apabila peramalan kebijakan dapat dilakukan dengan baik, maka akan diperoleh visi yang baik, sehingga dapat memperluas kapasitas kita untuk memahami, mengontrol dan membimbing masyarakat sebagai pelaku kebijakan.
Peramalan kebijakan terkait menjadi satu dengan proses analisa kebijakan. Karena didalam menganalisa kebijakan, untuk menformulasikan sebuah rekomendasi kebijakan baru, maka diperlukan adanya peramalan-peramalan atau prediksi mengenai kebijakan yang akan diberlakukan dimasa yang akan datang. Menurut Dunn, peramalan kebijakan (policy forecasting) merupakan suatu prosedur untuk membuat informasi factual tentang situasi social masa depan atas dasar informasi yang telah ada tentang masalah kebijakan. (Dunn, 2000: 291)

BENTUK – BENTUK RAMALAN KEBIJAKAN
Peramalan kebijakan menurut Dunn memilki tiga bentuk utama yang antara lain: proyeksi, prediksi dan perkiraan. Suatu proyeksi adalah ramalan yang didasarkan kepada ekstrapolasi atas kecenderungan masa lalu maupun masa kini ke masa yang akan datang. Biasanya, penggunaan bentuk proyeksi diperoleh melalui kasus paralel, dimana asumsi mengenai validitas metode tertentu atau kemiripan kasus digunakan untuk memperkuat pernyataan.
Bentuk yang kedua yaitu prediksi. Ramalan didasarkan kerangka teoritik yang tegas. Asumsi ini dapat berbentuk hokum teoritis, seperti misal hokum berkurangnya nilai uang, atau proposrsi yang menyatakan bahwa pecahnya masyarakat sipil disebabkan oleh adanya kesenjangan antra harapan dan kemampuan. Prediksi ini dapat dilengkapi dengan argumentasi dari mereka yang berwenang dan metode.
Bentuk yang ketiga adalah suatu perkiraan, yaitu peramalan yang berdasarkan penilaian informatiF atau penilaian para pakar tentang situasi masyarakat masa depan. Penilaian ini dapat berbentuk penilaian intuitif dimana lebih banyak mengkombinasikan antara daya kekuatan batin dan kreatifitas para pakar intelektual.

SUMBER – SUMBER TUJUAN, SASARAN DAN ALTERNATIF
Tujuan dilakukannya peramalan kebijakan adalah untuk memperoleh informasi mengenai perubahan dimasa yang akan datang yang akan mempengaruhi terhadap implementasi kebijakan serta konsekuensinya. Sebelum rekomendasi diformulasikan perlu adanya peramalan kebijakan sehingga akan diperoleh hasil rekomendasi yang benar-benar akurat untuk diberlakukan pada masa yang akan datang, dengan tak lupa pula berpegangan pada pengalaman masa lalu (kebijakan yang lalu).
Permalan kebijakan juga diperlukan untuk mengontrol, dalam artian berusaha merencanakan dan menetapkan kebijakan sehingga dapat memberikan alternatif-alternatif tindakan yang terbaik yang dapat dipilih diantara berbagai kemungkinan yang ditawarkan oleh masa depan. Masa depan juga terkadang banyak dipengaruhi oleh masa lalu. Dengan mengacu pada masa depan analisis kebijakan harus mampu menaksir nilai apa yang bisa atau harus membimbing tindakan di masa depan.
Peramalan, menurut Dunn, juga memiliki keterbatasan, seperti akurasi ramalan yang didasarkan pada ekstrapolasi atas kecenderungan ramalan yang kompleks berdasarkan model-model yang memasukkan ratusan variable masih terbatas, kelebihan komparatif, serta konteksnya. Dunn membagi waktu masa depan untuk mengestimasi situasi sosial menjadi tiga yaitu;
1.      Masa depan potensial (potensial future), disebut juga masa depan alternatif, merupakan situasi sosial yang mungkin terjadi, yang berbeda dengan situasi sosial yang memang terjadi. Situasi masa depan tidak pernah pasti sampai benar-benar terjadi, dan oleh karenanya ada banyak sekali masa depan potensial.
2.      Masa depan yang masuk akal (plausible future), yaitu situasi masa depan yang atas dasar asumsi tentang hubungan antar lingkungan dan masyarakat, dan ini diyakini akan berlangsung jika pembuat kebijakan tidak mengintervensi guna mengubah arah suatu peristiwa. dan masa depan normatif.
3.      Masa depan normatif adalah masa depan yang potensial maupun plausible yang konsisten dengan konsep analis tentang kebutuhan, nilai dan kesempatan yang ada di masa depan. Salah satu aspek penting dari masa depan normatif adalah spesifikasi tujuan dan sasaran. Pada masa depan normatif ini perlu adanya analisa yang teliti terhadap perubahan yang terjadi dalam hasil akhir maupun cara-cara kebijakan di masa depan. Menurut Dunn, dalam menentukan sebuah kebijakan ada baiknya antara tujuan (goal) dan sasaran (objectives). Walaupun keduanya sama-sama berorientasi ke depan, tujuan mengekspresikan maksud-maksud yang luas dan jarang diungkapkan dalam bentuk definisi operasional sedangkan sasaran bersifat lebih spesifik dan mengungkapkan definisi operasional.
Dalam meramalkan kebijakan yang akan diberlakukan, maka baik seorang analis maupun pembuat kebijakan harus menemukan sumber tujuan, sasaran serta alternatif yang akan digunakan dalam membuat kebijakan antara lain:
a)      Wewenang, dalam memprediksi sebuah kebijakan yang akan datang, seorang analis dapat berdiskusi dengan para pakar untuk mencari alternatif pemecahan permasalahan.
b)      Wawasan, seorang analis dapat menggunakan intuisinya, penilaian (judgement), atau pengetahuan tersembunyi dari orang-orang yang dipercayai cukup memahami suatu masalah.
c)      Metode, pencarian alternatif pemecahan permasalahan dapat dilakukan dengan melakukan analisa dengan menggunakan metode yang tepat dan inovatif.
d)      Teori ilmiah, teori yang dibuat dalam ilmu-ilmu social dan eksakta dapat digunakan sebagai pijakan pencarian alternatif pemecahan permasalahan kebijakan.
e)      Motivasi, keyakinan, nilai dan kebutuhan dari para penentu kebijakan dapat dijadikan sebagai sumber pemecahan permasalahan kebijakan. Alternatif dapat dibuat dari tujuan serta sasaran dari suatu kelompok.
f)        Kasus paralel. Pengalaman kebijakan dari negara atau kota lain serta kasus-kasus permasalahan kebijakan dapat digunakan sebagai peramalan alternatif kebijakan.
g)      Analogi, kemiripan antar permasalahan yang berbeda juga dapat digunakan sebagai sumber alternatif kebijakan. Misal undang-undang yang dirancang untuk meningkatkan kesamaan kesempatan kerja bagi wanita merupakan hasil dari analogi terhadap perlindungan hak-hak kaum minoritas.
h)      Sistem etik, teori tentang keadilan sosial yang dibangun oleh para filsuf dan pemikir sosial lain dapat juga digunakan sebagai sumber alternatif pemecahan kebijakan di berbagai bidang.
Hal-hal tersebut diatas dapat dijadikan sebagai acuan atau sumber bagi kewenangan kebijakan, tujuan serta alternatif dalam meramalkan sebuah kebijakan.

PENDEKATAN-PENDEKATAN PERAMALAN
Ada beberapa jenis pendekatan yang dapat digunakan sebagai alternatif pemecahan masalah kebijakan. Pendekatan ini digunakan agar seorang analis 1). Memutuskan apa yang diramal, yakni menentukan obyek ramalan 2). Menentukan bagaimana membuat ramalan, yakni memilih satu atau lebih dasar untuk meramal; 3). Memilik teknik yang paling sesuai dengan obyek dan dasar yang dipakai.
Yang menjadi obyek dari suatu ramalan adalah titik pijakan suatu proyeksi, prediksi atau perkiraan. Ramalan memiliki empat objek antara lain:
a.       Konsekuensi dari kebijakan yang ada. Ramalan dapat digunakan untuk mengestimasi perubahan yang mungkin terjadi jika pemerintah tidak menempuh tindakan baru.
b.      Konsekuensi dari kebijakan baru. Ramalan dapat digunakan untuk mengestimasi perubahan yang ada didalam masyarakat yang dperkirakan akan terjadi jika kebijakan baru diterapkan.
c.       Isi dari kebijakan baru. Ramalan dapat digunakan untuk mengestimasi perubahan dalam isi dari kebijakan yang baru.
d.      Perilaku para penentu kebijakan. Ramalan dapat digunakan untuk mengestimasi dukungan (atau oposisi) yang mungkin muncul atas rancangan kebijakan baru.

Basis dari ramalan merupakan seperangkat asumsi atau data yang digunakan untuk menetapkan kemungkinan (plausibility) dari ramalan atas konsekuensi dari kebijakan baru maupun kebijakan yang telah ada, isi dari kebijakan baru, atau perilaku para penentu kebijakan. Terdapat tiga basis utama ramalan kebijakan yang utama:
1.      Ekstaplorasi kecenderungan adalah pemanjangan kecenderungan masa lalu ke masa depan. Ekstaplorasi ini berdasar pada asumsi bahwa apa yang telah terjadi dimasa lalu juga akan berlangsung dimasa yang akan datang, bila tidak ada kebijakan baru atau peristiwa yang tak terduga yang mempengaruhi suatu peristiwa. Ektraplorasi kecenderungan ini berdasarkan pada logika induktif, yaitu proses berpikir yang berangkat dari pengamatan khusus ke kesimpulan atau pernyataan umum.
2.      Asumsi teoritik merupakan seperangkat hokum atau proposisi yang terstruktur secara sistematis dan teruji secara empiric yang membangun suatu prediksi tentang berlangsungnya suatu peristiwa atas dasar peristiwa yang lain. Asumsi teoritik berbentuk kausal, dan perannya adalah menjelaskan atau memprediksi. Penggunaan asumsi teoritik didasarkan pada logika deduktif, yakni proses berpikir dari dari pernyataan, hokum atau proposisi umum ke sejumlah pernyataan, hokum atau proposisi umum ke sejumlah pernyataan dan informasi khusus.
3.      Penilaian informatif merupakan pengetahuan yang didasarkan pada pengetahuan dan intuisi, ketimbang berdasarkan pemikiran induktif atau deduktif. Penilaian informative ini biasanya diungkapkan oleh para pakar atau orang yang berpengetahuan dan digunakan dalam kasus – kasus dimana teori dan/atau data empiric tidak tersedia atau kurang memadai. Penilaian informative ini berdasarkan pada logika retroduktif, yaitu proses berpikir yang mulai dengan pernyataan tentang masa depan dan kemudian kembali ke informasi dan asumsi yang diperlukan untuk mendukung pernyataan tersebut.
Dari ketiga basis tersebut diatas, dalam praktik, batas-batas antara cara berpikir induktif, deduktif dan retroduktif seringkali tidak jelas. Ketiga cara tersebut keberadaannya bisa melengkapi satu sama lain. Metode retroduktif merupakan cara yang paling kreatif untuk digunakan sebagai cara untuk meramalkan masa depan potensial. Sedangkan metode berpikir induktif dan deduktif dapat digunakan sebagai penghimpun informasi dan teori baru untuk membuat pernyataan tentang situasi social masa depan. Namun, pada dasarnya metode berpikir induktif dan deduktif ini adalah konservatif, karena penggunaan penggunaan informasi tentang peristiwa masa lalu atau penerapan teori ilmiah yang telah mapan dapat membatasi pandangan seseorang tentang masa depan yang potensial (yang berbeda dengan plausible).

METODE DAN TEKNIK PERAMALAN KEBIJAKAN
Peramalan Ekstrapolatif
Peramalan ekstrapolatif adalah peramalan yang berdasarkan pada beberapa bentuk analisis antar waktu (time series analysis), yakni analisis data numerik yang dihimpun pada beberapa titik waktu dan ditampilkan secara kronologis.
Peramalan jenis ini telah digunakan untuk memproyeksikan pertumbuhan ekonomi, berkurangnya penduduk, konsumsi energi, kualitas hidup, dan beban kerja pemerintah.
Ketika digunakan untuk membuat proyeksi, maka peramalan ekstrapolatif ini berdasarkan pada tiga asumsi dasar, yaitu:
1.      Persistensi: pola-pola yang teramati dimasa lampau akan tetap ditemui dimasa depan.
2.      Keteraturan: variasi pada masa lalu sebagaimana ditunjukkan oleh kecenderungannya akan terulang secara kontinyu dimasa depan.
3.      Reliabilitas dan Validitas Data: pengukuran trend akan reliabel (cukup cermat atau memiliki konsistensi internal) dan valid (mengukur apa yang hendak di ukur).
Jika ketiga asumsi diatas dipenuhi, maka peramalan ekstrapolatif lebih baik dibandingkan dengan intuisi tentang dinamika perubahan dan memberikan pemahamn yang lebih besar tentang situasi masyarakat masyang lurus a depan. Tetapi jika salah satunya tidak dipenuhi, maka teknik peramalan ekstrapolatif tampaknya akan memberikan hasil yang tidak akurat atau salah arah. Hal ini dikarenakan kepatuhan terhadap asumsi metodologi ini dan juga asumsi metodologi lain tidak dijamin akurasinya. Menurut Dunn, kurang akuratnya dua atau lebih ramalan seringkali diakibatkan oleh keputusan yang kaku atas asumsi teknik. Itulah sebabnya penilaian (judgment) merupakan hal yang begitu penting bagi semua bentuk ramalan, termasuk peramalan yang menggunakan model yang kompleks.

Peramalan Teoritik
Adalah peramalan yang didasarkan pada asumsi tentang sebab dan akibat yang terkandung di dalam berbagai teori dengan menggunakan logika deduktif. Metode ini digunakan untuk membantu analis membuat prediksi tentang situasi masyarakat di masa depan atas dasar asumsi teoritik dan data masa lalu maupun masa kini. Beberapa prosedur dalam pembuatan peramalan teoritik antara lain:
1.      Pemetaan teori
Pemetaan teori merupakan teknik yang membantu analis untuk mengidentifikasi dan merancang asumsi-asumsi kunci di dalam suatu argumen teori atau kausal. Pemetaan teori dapat membantu mengungkap empat jenis argumen kausal: Konvergen, Divergen, Serial, dan Siklik. Argumen konvergen adalah argumen yang didalamnya terdapat dua atau lebih asumsi tentang sebab akibat yang digunakan untuk mendukung suatu kesimpulan atau pernyataan. Argumen divergen adalah argumen yang didalamnya terdapat sebuah asumsi yang mendukung lebih dari satu pernyataan atau kesimpulan. Argumen serial adalah sebuah kesimpulan atau pernyataan yang digunakan sebagai asunsi untuk mendukung sejumlah kesimpulan atau pernyataan lanjutan. Sedangkan argumen siklik adalah argumen serial yang didalamnya terdapat kesimpulan atau pernyataan akhir dalam suatu rangkaian yang dikaitkan dengan pernyataan akhir dalam suatu rangkaian dikaitkan dengan pernyataan atau kesimpulan pertama dalam rangkaian itu.

2.      Pembuatan model teoritik
Pembuatan model teoritik (theoritical modelling) menunjuk pada suatu teknik dan asumsi yang luas untuk membentuk representasi (model) sederhana dari teori. Pembuatan model merupakan bagian yang sangat penting dalam peramalan teoritik, karena analis jarang membuat peramalan teoritik secara langsung dari suatu teori. Jika analis memulai dari teori, mereka harus mengembangkan model dari teori itu sebelum mereka secara nyata meramal peristiwa masa depan. Pemodelan teori sangat penting karena biasanya teori ini sedemikian rumit, sehinggga perlu disederhanakan terlebih dahulu sebelum diterapkan terhadap masalah-masalah publik, dan karena proses analisis data untuk mengukur plausibilitas suatu teori mencakup perumusan dan pengujian model-modl teori, bukan dibuat dan diujinya teori itu sendiri.
3.      Pembuatan Model Kausal
Adalah representasi teori secara sederhana yang berusaha untuk menjelaskan dan memprediksi penyebab dan konsekuensi dari kebijakan publik. Asumsi dasarnya adalah bahwa kovariasi antara dua atau lebih variabel. Hubungan sebab akibat diungkapkan oleh hukum dan proporsi yang terkandumg di dalam suatu teori yang dimodelkan oleh analis.

Peramalan Pendapat
Adalah teknik peramalan yang berusaha untuk memperoleh dan mensintesakan pendapat-pendapat para ahli, sering kali didasarkan pada pendapat atau argument dari perasaan, karena assumsi tentang daya kreasi seseorang dalam membuat peramalan digunakan sebagai pembenar pernyataan mengenai masa depan.
Peramalan jenis ini sering digunakan dalam pemerintahan dan industri, terutama sesuai untuk jenis-jenis masalah yang pelik dan rumit. Karena salah satu sifat dari amsalah yang rumit adalah bahwa alternatif kebijakan dan konsekuansi mereka tidak dapat diketahui maka dalam kondisi seperti itu tidak ada teori atau data empirik yang relevan untuk membuat ramalan, dalam hal ini teknik peramalan pendapat menjadi sangat bermanfaat dan bahkan sangat perlu.
Logika dari peramalan intuitif pada dasrnya bersifat retroduktif karena analis memulai dengan dugaan tentang suatu keadaan dan kemudian berbalik ke data atau asumsi yang diperlukan untuk mendukung dugaan tersebut. Macam-macam peramalan pendapat antara lain : teknik Delphi, analisi dampak silang, dan penaksiran kelayakan.
DAFTAR PUSTAKA

Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

ANALISIS KEBIJAKAN DELIBERATIF

Banyaknya pendekatan analisis kebijakan yang cenderung bersifat teknokratis, dan mengesampingkan peran dan partisipasi publik. Contohnya saja ketika di zaman orde baru, dimana semua keputusan berada di tangan pemerintahan tanpa melibatkan publik. Hasilnya, kebijakan tersebut gagal diimplementasikan. Atas dasar itulah Analisis Kebijakan Deliberatif berusaha untuk melibatkan publik dengan cara membangun Good Governance.
Good governance adalah penyelenggaraan Negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstriktif di antara domain-domain negara, sektor swasta , dan masyarakat. Ada sembilan karakteristik Good Governance:
1.       Participation
2.       Rule of law
3.       Transparency
4.       Responsiveness
5.       Consensus orientation
6.       Equity
7.       Effectiveness and efficiency
8.       Accountability
9.       Strategic vision

Governance merupakan kondisi dimana para pihak mendapatkan efek langsung dari proses politik khususnya kebijakan publik dan dilibatkan secara langsung dalam rangka meningkatkan efektivitas suatu kebijakan, sekaligus akuntabilitasnya kepada publik.
Dalam analisis kebijakan deliberatif, publik mempunyai kepentingan untuk dilibatkan secara langsung untuk memastikan bahwa proses politik kebijakan berjalan dengan lebih akuntabel.

Proses analisis kebijakan deliberatif ini berbeda dengan model teknokratik karena peran analisis kebijakan hanya sebagai fasilisatir agar masyarakat menemukan sendiri keputusan kebijakan atas dirinya sendiri. 

Peran pemerintah lebih sebagai kehendak publik. Sementara peran analisis kebijakan adalah sebagai prosesor proses dialog publik agar menghasilkan keputusan publik untuk dijadikan kebijakan publik. Konsep ini dikenal sebagai musyawarah untuk mufakat.
Model deliberatif yang sering juga disebut model kebijakan argumentatif merupakan model perumusan kebijakan dengan melibatkan argumentasi dari para pihak atau dengan mempelajari argumentasi tertulis dari berbagai pigak sebagai dasar perumusan. Model ini dikembangkan dari keyakinan bahwa kebenaran dapat dicapai melalui diskusi dan perdebatan antara para pihak.
Koreksi terbesar dari analisis ini adalah bagaimana analisis kebijakan yang dikenal dan dipergunakan secara luas pada saat ini dikembangkan menjadi model hibrida yang mengadopsi partisipasi publik.
Dalam prakteknya, model kebijakan deliberatif paling efektif dipergunakan pada kondisi konflik. Kebijakan publik yang dihasilkan dari kesepakatan pihak yang berkonflik mertpakan kebijakan yang efektif untuk menyelesaikan masalah.
DAFTAR PUSTAKA

Riant Nugroho. 2003. Kebijakan Publik: formulasi, implementasi, dan evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo.
                                     
Riant Nugroho. 2008. Public Policy. Jakarta: Elex Media Komputindo.



AG.Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS