Pemikiran
Mahatma Gandhi banyak dipengaruhi oleh lingkungan masa kecilnya yakni
orang tuanya, desanya dan masyarakat sekitar. Lebih-lebih suasana
religius Hinduisme yang menjiwai setiap orang India. Selama perjuanganya
di Afrika Selatan, Gandhi mengembangkan lebih dalam keyakinan
spiritualnya.
Pemikiran Mahatma Gandhi
Sebenarnya tidak begitu kompleks; justru sebaliknya, Gandhi dengan
tegas memilih kesederhanaan, tidak hanya dalam menjelaskan ajarannya
tetapi juga dalam praktek hidup. Hal itu nampak pada konsepnya tentang
Tuhan, alam dan kehidupan dunia.
Konsep
pemikiran Gandhi bersumber pada tradisi pemikiran India pada umumnya
dan Hindu pada khususnya. Tradisi pemikiran India antara lain mempunyai
kecenderungan yang bersifat spiritual, menempatkan intuisi sebagai sarana untuk memperoleh kebenaran; bersifat monistis; selalu mempertimbangkan hal-hal yang bersifat tradisional dan bersedia menerima komentar-komentar dari para pemikir.
Pemikiran tersebut mengacu pada coraknya yang bersifat kerohaniahan dan
kesediaannya mengadakan adaptasi terhadap aliran-aliran pemikiran yang
lain.
Pemikiran
Mahatma Gandhi bertumpu pada pemikiran India dan ditumbuh kembangkan
oleh pemikiran yang lain yang ia ketahui sejauh hal itu tidak
bertentangan dengan Hinduisme. Adapun konsep-konsep pemikirannya secara
garis besar dapat dikemukakan sebagai berikut :
Tuhan, sebagaimana yang ia yakini adalah kebenaran dan kasih.
Tuhan adalah etika dan moralitas. Tuhan merupakan wujud universal yang
meliputi segala sesuatu, dan manusia merupakan bagian terkecil. Konsep
mengenai Tuhan sebagai realitas tidak dapat dipisahkan dari pemahaman
Gandhi mengenai kebenaran. Gandhi meyakini bahwa eksistensi
kebenaran/Tuhan tidak bisa dibuktikan, tetapi hanya bisa dihayati. Ia
mengungkapkan bahwa sifat dan wujud Tuhan bukan personal dan mempribadi,
melainkan impersonal dan hanya bisa ditangkap melalui keyakinan dan
melalui pemahaman. Dia menulis “Di sini ada kekuatan misterius yang
tidak bisa didefinisikan, tidak terbatas, dan meliputi segalanya. Saya
merasakannya, meskipun tidak melihatnya”. Bukti lahiriah tentang Tuhan
tidaklah perlu, karena kita pasti gagal merasakannya melalui indera
kita. “ Musik ilahi tanpa hentinya akan mengalun dalam diri kita, tetapi
perasaan kita yang gaduh akan menelan bunyi musik yang halus itu, yang
bunyinya tidak sama dan jauh lebih tinggi dari apa pun yang dapat kita
rasakan atau dengar dengan indera kita”.
Tuhan/kebenaran tidak bisa dicerap oleh panca indera yang seringkali
menipu kita tetapi hanya bisa dirasakan melalui jiwa yang merupakan
perwujudan kesucian atau fitrah dalam diri.
Kehadiran
Tuhan dapat dirasakan atau dilihat dari adanya realitas di hadapan
kita, realitas alam yang teratur, sebagai contoh, bukanlah semata-mata
keteraturan yang buta, sebab keteraturan itu mempunyai arah, hukum
seperti itu dipahaminya sebagai Tuhan. Jalan menemukan Tuhan yaitu
dengan melihat dan bersatu dengan ciptaan-Nya. Inilah kebenaran yang
dimaksud Gandhi, dan bersatu, berdamai, selaras dengan ciptaan itu
disebut sebagai ahimsa.
Ahimsa tidak sebatas hanya pada keyakinan atau sikap saja, tetapi lebih merupakan suatu keseluruhan hidup yang ahimsa, yang meliputi pikiran, tindakan, dan ucapan. Ahimsa mencakup seluruh ciptaan, itu artinya bahwa orang harus berlaku secara ahimsa kepada siapa pun. Ahimsa
ditujukan kepada mereka yang mempunyai keteguhan jiwa, bukan kepada
mereka yang lemah dan suka kompromi. Hanya mereka yang mampu mengalahkan
ketakutanlah yang sungguh-sungguh dapat memiliki ahimsa, sehingga benar-benar ia menjadi orang yang seluruh hidupnya hanya mau berpegang pada kebenaran atau Satyagraha.
Menjadi Satyagrahi
atau orang yang cinta akan kebenaran seseorang diwajibkan untuk
melakukan tindakan disiplin diri dan sikap pengabdian, karena
penekanannya pada pencapaian ketinggian moral. Untuk itu perlu melatih
dan terus menerus dalam disiplin, kesadaran diri dan kebersihan lahir
dan batin (Brahmacharya).
Sementara
mengenai kebenaran dunia atau alam, adalah suatu ciptaan Tuhan yang
digunakan sebagai lahan bagi manusia untuk mewujudkan dirinya dengan
bimbingn moral. Gandhi beranggapan bahwa manusia hidup dalam arti yang
sebenar-benarnya apabila bersatu dengan alam, karena hakikat manusia
akan selalu berhubungan dengan alam atau dunia. Menurut keyakinannya
hidup di dunia merupakan jembatan bagi kehidupan yang abadi, sejauah hal
itu dimengerti secara sadar.
Mengenai
manusia, Gandhi berpendapat bahwa pada hakikatnya manusia terdiri dari
jasmani dan rohani. Manusia juga mempunyai kasadaran, rasio, kehendak,
emosi dan rasa keindahan. Dengan kesadaran manusia dapat mengambil jarak
dengan lingkungannya. Sementara rasio menyebabkan manusia sanggup
bertanya dan menjawab terhadap kesadarannya. Selanjutnya dengan kehendak
dapat direalisasikan apa yang menjadi pemikirannya. Dengan emosinya
manusia dapat mengetahui suasana hati dan mengetahui hubungan antar
sesama. Ahirnya dengan keindahan manusia dapat menghargai produk budaya
bangsa bagaimana corak dan bentuknya.
0 komentar:
Post a Comment