Contoh Karya Tulis

Lomba Karya Tulis
ETIKA BIROKRASI YANG KUAT DALAM MENUNJANG TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
Tema:
“Peran BPK Dalam Mendorong Transparansi dan Akuntanbilitas Keuangan Negara”

Oleh
RYAN PRATAMA
NIM 07061001077

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDERALAYA
2009
HALAMAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
“Milikilah lebih banyak daripada yang kamu tunjukkan, berbicaralah tidak sebanyak yang kamu ketahui”.
“Jadilah diri sendiri dalam mengambil keputusan karena hal utama adalah percaya kepada diri sendiri”.
“Orang yang pandai adalah yang merendah diri dan beramal sebagai persiapan setelah mati Sedang orang bodoh adalah yang memperturutkan hawa nafsunya namun kemudian berharap muluk kepada Allah”. (HR. Turmudzi. Ibnu Majal dan Ahmad )

Kupersembahkan kepada :
 Kedua Orangtua ku
 Keempat Saudara ku (Anis, Tri, Trada, Rezky)
 Sahabat-sahabat ku
 Pacarku Tersayang
 Dosen-dosen ku
 Teman- teman Se-almamater di FISIP UNSRI
 Keluarga Besar HIMARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, penulis masih diberi kesehatan sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis ini dengan judul. “ETIKA BIROKRASI DALAM HAL PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA” Karya Tulis ini dibuat sebagai pengajuan Lomba Karya Tulis oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia .
Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan sangat terkait dengan moralitas dan mentalitas aparat birokrasi dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan itu sendiri yang tercermin lewat fungsi pokok pemerintahan , yaitu fungsi pelayanan, fungsi pengaturan atau regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Jadi berbicara tentang Etika Birokrasi berarti kita berbicara tentang bagaimana aparat Birokrasi tersebut dalam melaksanakan fungsi tugasnya sesuai dengan ketentuan aturan yang seharusnya dan semestinya, yang pantas untuk dilakukan dan yang sewajarnya dimana telah ditentukan atau diatur untuk ditaati dilaksanakan Maka dari itu diperlukan Analisa sejauh mana Etika Birokrasi telah dijalankan dengan baik terutama dal hal pengeloalaan Keuangan Negara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis, semoga amal ibadah kalian semua diterima oleh ALLAH SWT. AMINNNNN….
Demikianlah Karya Tulis Mahasiswa ini disusun, semoga dapat bermanfaat dalam peningkatan moralitas dan mentalitas Aparatur dalam hal pengelolaan Keuangan Negara. Sebagai manusia biasa, tentunya penulis tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan maupun pembuatan karya tulis dikemudian hari.

Palembang, Desember 2009

DAFTAR ISI
Ringkasan ........................

I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang .........................
1.2 Rumusan Masalah .........................
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................................

II. Telaah Pustaka
2.1 Etika Birokrasi .........................
2.2 Pengelolaan Keuangan Negara .........................
III. Metode Penulisan
IV. Pembahasan
4.1 Pengertian Etika .........................
4.2 Alasan Pentingnya Etika Dalam Birokrasi.. .........................
4.3 Darimana Etika Birokrasi Dibentuk .........................
4.4 Peraturan Kepegawaian Sebagai Bagian Dari Penerapan Etika Birokrasi………….
4.5 Reformasi Aparatur Negara Dan Kompetensinya.......................................................
4.6 Etika Dalam Pengelolaan Keuangan Negara
V. Penutup
5.1 Simpulan ..........................
5.2 Saran ...........................
Daftar Pustaka
Daftar Riwayat Hidup





I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU 32/2004). Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, yang merupakan limpahan Pemerintah Pusat kepada Daerah. Meskipun demikian, urusan pemerintahan tertentu seperti politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional masih diatur Pemerintah Pusat. Pendelegasian kewenangan tersebut disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia (SDM) dalam kerangka Desentralisasi Fiskal. Pendanaan kewenangan yang diserahkan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri dan mekanisme perimbangan keuangan Pusat-Daerah dan antar Daerah. Kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sedangkan pelaksanaan perimbangan keuangan dilakukan melalui Dana Perimbangan yang terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus (Undang-Undang No. 33 tahun 2004). Implikasi langsung pendelegasian kewenangan dan penyerahan dana tersebut adalah kebutuhan untuk mengatur hubungan keuangan antara Pusat-Daerah dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan oleh pemerintah daerah. Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengatur antara lain pengelolaan keuangan daerah dan pertanggungjawabannya. Pengaturan tersebut meliputi penyusunan Anggaran Pendapatan danBelanja Daerah (APBD) berbasis prestasi kerja dan laporan keuangan yang komprehensif Pewujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui Akuntansi Sektor Publik sebagai bentuk pertanggungjawaban yang harus diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Untuk merealisasikan pengaturan pengelolaan dan pertanggunganjawaban keuangan tersebut, pengembangan dan pengaplikasian akuntansi sektor publik sangat mendesak dilakukan sebagai alat untuk melakukan transparansi dalam mewujudkan akuntabilitas publik untuk mencapai good governance (accounting for governance). Penyusunan APBD berbasis prestasi kerja atau kinerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Dalam penyelenggaraannya, pemerintah daerah dituntut lebih responsif, transparan, dan akuntabel terhadap kepentingan masyarakat.
Pemerintah Yang Responsif, Transparan, Dan Akuntabel Sebagai Bagian Dalam Mewujudkan Good Governance
Bank Dunia memberikan definisi governance sebagai cara pemerintah mengelola sumber daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan masyarakat, sedangkan United Nation Development Program (UNDP) lebih memfokuskan pada cara pengelolaan negara dengan mempertimbangkan aspek politik yang mengacu pada proses pembuatan kebijakan;aspek ekonomi yang mengacu pada proses pembuatan keputusan yang berimplikasi pada masalah pemerataan, penurunan kemiskinan, serta peningkatan kualitas hidup; dan yang terakhir aspek administratif yang mengacu pada sistem implementasi kebijakan. Dengan demikian, orientasi pembangunan sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan good governance.Lebih jauh, UNDP memberikan beberapa karakteristik pelaksanaan good governance, antara lain
Etika Birokrasi
Akhir-akhir ini sering muncul permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang merupakan akibat dari kesalahan dalam pengambilan keputusan. Hal ini dikarenakan sebagian orang telah melupakan dengan apa yang disebut " Etika Pemerintahan", orang baru sadar setelah terjadi kesalahan, bahwa ada norma atau etika yang harus diperhatikan. Karena dalam penyelenggaraan pemerintahan diibaratkan sebagai organ-organ tubuh yang ada dalam manusia, seperti : Kepala, Badan, Tangan dan Kaki, sehingga di pemerintahanpun ada yang berfungsi sebagai Kepala dan Staf yang semuanya ini digerakkan oleh manusia yang juga mempunyai etika.Etika memang menarik untuk dibicarakan tetapi sulit untuk dipraktekkan dalam pergaulan baik terbatas maupun secara luas yang memerlukan rasa etika atau etis. Etika dapat diartikan sebagai sistem dari prinsip-prinsip moral tentang baik atau buruk terhadap tindakan atau perilaku yang dibedakan antara etik umum yang berlaku secara umum dan etik khusus (terbatas) yang berlaku di kalangan tertentu, misal etika pemerintahan.Ethics atau etika dapat juga berarti tata susila dan tata sopan (kesopanan) dalam pergaulan hidup sehari-hari dalam keluarga, masyarakat, pemerintahan, berbangsa dan bernegara, sehingga dalam kegiatannya sering ada slogan-slogan seperti " Pemerintahan yang bersih dan berwibawa, Pemerintahan yang bebas dari Korupsi,Kolusi dan Nepotisme (KKN) " ini semua sebagai cara untuk menjaga agar kesusilaan dan kesopanan tetap terjaga dalam berbagai kegiatan. transparency, responsiveness, consensus orientation, equity, efficiency dan effectiveness, serta accountability. Dari karakterikstik tersebut, paling tidak terdapat tiga hal yang dapat diperankan oleh akuntansisektor publik yaitu terwujudnya transparansi, value for money dan akuntabilitas.
Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, pemerintah daerah dituntut lebih responsive atau cepat dan tanggap. Terdapat 3 (tiga) mekanisme yang dapat dilaksanakan daerah agar lebih responsif, transparan, dan akuntabel serta selanjutnya dapat mewujudkan goodgovernance yaitu: (1) mendengarkan suara atau aspirasi masyarakat serta membangun kerjasama pemberdayaan masyarakat, (2) memperbaiki internal rules dan mekanisme pengendalian, dan (3) membangun iklim kompetisi dalam memberikan layanan terhadap masyarakat serta marketisasi layanan. Ketiga mekanisme tersebut saling berkaitan dan saling menunjang untuk memperbaiki efektivitas pengelolaan pemerintahan daerah. Manajemen risiko (risk management) merupakan salah satu aspek pengelolaan keuangan penting lainnya dalam pewujudan good governance. Manajemen risiko dilakukan untuk meminimumkan kerugian yang mungkin terjadi akibat dari adanya ketidakpastian ( uncertainty ) masa depan.
Berbicara tentang Etika Birokrasi dewasa ini menjadi topik yang sangat menarik dibahas, terutama dalam mewujudkan aparatur yang bersih dan berwibawa. Kecenderungan atau gejala yang timbul dewasa ini banyak aparat birokrasi dalam pelaksanaan tugasnya sering melanggar aturan main yang telah ditetapkan. Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan sangat terkait dengan moralitas dan mentalitas aparat birokrasi dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan itu sendiri yang tercermin lewat fungsi pokok pemerintahan , yaitu fungsi pelayanan, fungsi pengaturan atau regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Jadi berbicara tentang Etika Birokrasi berarti kita berbicara tentang bagaimana aparat Birokrasi tersebut dalam melaksanakan fungsi tugasnya sesuai dengan ketentuan aturan yang seharusnya dan semestinya, yang pantas untuk dilakukan dan yang sewajarnya dimana telah ditentukan atau diatur untuk ditaati dilaksanakan. Menjadi permasalahan sekarang ini bagaimana proses penentuan Etika dalam Birokrasi itu sendiri, siapa yang akan mengukur seberapa jauh etis atau tidak, bagaimana dengan kondisi saat itu dan tempat daerah tertentu yang mengatakan bahwa itu etis saja di daerah kami atau dapat dibenarkan, namun ditempat lain belum tentu. Dapat dikatakan bahwa Etika Birokrasi sangat terpergantung dari seberapa jauh melanggar di tempat atau daerah mana, kapan dilakukannya dan pada saat yang bagaimana, serta sangsi apa yang akan diterapkan sangsi social moral ataukah sangsi hukum, semua ini sangat temporer dan bervariasi di negara kita sebab terkait juga dengan aturan, norma, adat dan kebiasaan setempat.
Dalam penulisan ini saya akan mencoba membahas tentang apa yang dimaksudkan dengan Etika, mengapa kita memerlukan Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dari mana Etika Birokrasi dibentuk dan sejauh mana peraturan Kepegawaian dapat menjadi bagian dari penerapan Etika Birokrasi di Negara kita dan tentunya saya menitikkan Etika Birokrasi Dalam Penegleloaan Negara.
1.2 Perumusan Masalah
Kebutuhan akan perubahan dan adaptasi aparatur pemerintah sangatlah mendesak, walaupun masalah yang dihadapi begitu kompleks dan rumit. Konsekuensi logisnya, maka reformasi administrasi negara-negara sedang berkembang menjadi suatu keharusan dan menjadi perhatian utama pemerintah negara sedang berkembang. Terutama tentang Etika Birokrasi serta Reformasi Aparatur Negara dan Kompetensinya
1.3 Tujuan Penulisan
Memberikan penjelasan yang seefisien mungkin bagaimana administrasi negara suatu organisasi pemerintah dalam menghadapi era globalisasi sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan zaman. Terutama perbaikan pada Etika Birokrasi dan Reformasi pada Aparatur Negara
1.4 Manfaat Penulisan
Dapat mempunyai pandangan yang positif dan hal-hal yang perlu dilakukan birokrasi pemerintah administrasi negara dalam era globalisasi, khususnya di negara-negara sedang berkembang

II. TELAAH PUSTAKA
2.1 Pengertian Etika

Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelas­kan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut:
 Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
 Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
- Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
- Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:
1. Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak (The principles of morality, including the science of good and the nature of the right)
2. Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions)
3. Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral seba­gai individual. (The science of human character in its ideal state, and moral principles as of an individual)
4. Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kitauntuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yangpelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.
Etika Birokrasi
Etika Birokrasi dan pemerintahan dimaksudkan utuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokrasi yang bercirikan keterbukaan, tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, ketersediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa. Etika pemerintah mengamanatkan agar penyelenggara negara memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siapmundu bila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai maupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa dan negara.
Etika Birokrasi dan pemerintahan diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antar pelaku dan antar kekuatan sosial politik serta antar kelompok kepentingan lainnya untuk mencapai kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi dan golongan. Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertatakrama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik , tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.


2.2 Pengelolaan Keuangan Negara
Ruang Lingkup Keuangan Negara
UU NO 17 TAHUN 2003
UU NO 31 TAHUN 1999
JO.UU NO 20 TAHUN 2001
* Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
* Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
* Penerimaan Negara;
* Pengeluaran Negara;
* Penerimaan Daerah;
* Pengeluaran Daerah;
* Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah;
* Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
* Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena: berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.
* dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;
Berdasarkan Pasal 3 Ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, Keuangan Negara harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan dimaksud mencakup keseluruhan kegiatan di bidang keuangan negara yang meliputi perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban
Pengelolaan Keuangan Negara
Pengelolaan keuangan negara merupakan suatu kegiatan yang akan mempengaruhi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia Sebagaimana diketahui bahwa dalam rangka mewujudkan akuntabilitas dan transparansi di lingkungan pemerintah, setiap pengelola keuangan negara/daerah wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan secara akurat, komprehensif, dan tepat waktu. Undang-Undang Nomor 17 ahun 2003 tentang Keuangan negara telah mensyaratkan penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara/daerah dan badan lainnya. Dinyatakan pula bahwa dalam laporan tersebut perlu dijelaskan mengenai prestasi kerja setiap kementerian negara/lembaga dan satuan kerja perangkat daerah. Berdasarkan hal tersebut di atas, PP Nomor 8 Tahun 2006 ini mengatur penyajian dan penyampaian laporan keuangan yang terintegrasi dengan laporan kinerja atau prestasi kerja dari setiap instansi pemerintah. Secara lebih rinci dapat dijelaskan bahwa PP ini mengatur mengenai pelaporan keuangan dan kinerja, komponen laporan keuangan, penyusunan laporan keuangan, laporan kinerja, suplemen laporan keuangan, pernyataan tanggung jawab, laporan keuangan dan kinerja interim, laporan keuangan dan kinerja atas pelaksanaan kegiatan dana dekonsentrasi/tugas pembantuan, laporan pertanggungjawaban bendahara, laporan manajerial di bidang keuangan, pengendalian intern, dan ketentuan mengenai sanksi administratif.
III. METODE PENULISAN

Karya ilmiah ini dalam penulisannya menggunakan metode deskriptif. Metode penulisan deskriptif adalah metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi pada masa sekarang, dilakukan dengan langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, dan analisa atau pengolahan data, membuat kesimpulan dengan tujuan untuk membuat gambaran tentang sesuatu keadaan dengan cara obyektif serta situasi yang mempunyai manfaat terutama dalam rangka mengadakan berbagai perbaikan (Muhammad Ali, 1984: 120).
Penulis mengangkat permasalahan Etika Birokrasi yang ada di Indonesia yang belum memenuhi harapan seluruh rakyat Indonesia terutama dalam hal pengelolaan keuangan Negara sehingga diperlukan upaya peningkatan moralitas dan mentalitas para Aparatur Negra dan pemahaman yang maksimal dalam hal pengeloalan keuangan negara. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu menganalisa sejauh mana Etika birokrasi telah diterapkan oleh Aparatur Negara dalam hal pengelolaan keuangan Negara










Gambar 1. Bagan penggunaan metode deskriptif dalam penulisan


IV. PEMBAHASAN
4.1 Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethes” berarti kesediaan jiwa akan kesusilaan, atau secara bebas dapat diartikan kumpulan dari peraturan-peraturan kesusilaan. Dalam pengertian kumpulan dari peraturan-peraturan kesusilaan sebetulnya tercakup juga adanya kesediaan karena kesusilaan dalam dirinya minta minta ditaati pula oleh orang lain. Aristoteles juga memberikan istilah Ethica yang meliputi dua pengertian yaitu etika meliputi Kesediaan dan Kumpulan peraturan, yang mana dalam bahasa Latin dikenal dengan kata Mores yang berati kesusilaan, tingkat salah saru perbuatan (lahir, tingkah laku), Kemudian perkataan Mores tumbuh dan berkembang menjadi Moralitas yang mengandung arti kesediaan jiwa akan kesusilaan. Dengan demikian maka Moralitas mempunyai pengertian yang sama dengan Etika atau sebaliknya, dimana kita berbicara tentang Etika Birokrasi tidak terlepas dari moralitas aparat Birokrasi penyelenggara pemerintahan itu sendiri. Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai­-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut:
Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Da-pat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertin­dak secara etis.
Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang da­pat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan meng­hindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
* Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.
* Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehi­dupan bersama. Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.
* Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif.

Etika dan moralitas secara teoritis berawal dari pada ilmu pengetahuan (cognitive) bukan pada efektif. Moralitas berkaitan pula dengan jiwa dan seamangat kelompok masyarakat. Moral terjadi bila dikaitkan dengan masyarakat, tidak ada moral bila tidak ada masyarakat dan seyogyanya tidak ada masyarakat tanpa moral, dan berkaitan dengan kesadaran kolektif dalam masyarakat. Immanuel Kant, teori moralitas tidak hanya mengenai hal yang baik dan yang buruk, tetapi menyangkut masalah yang ada dalam kontak social dengan masyarakat, ini berarti Etika tidak hanya sebatas moralitas individu tersebut dalam artian aparat birokrasi tetapi lebih dari itu menyangkut perilaku di tengah-tengah masyarakat dalam melayani masyarakat apakah sudah sesuai dengan aturan main atau tidak, apakah etis atau tidak. Dari beberapa pendapat yang menegaskan tentang pengertian Etika di atas jelaslah bagi kita bahwa Etika terkait dengan moralitas dan sangat tergantung dari penilaian masyarakat setempat, jadi dapat dikatakan bahwa moral merupakan landasan normative yang didalamnya mengandung nilai-nilai moralitas itu sendiri dan landasan normative tersebut dapat pula dinyatakan sebagai Etika yang dalam Organisasi Birokrasi disebut sebagai Etika Birokrasi.
4.2 Alasan Pentingnya Etika Dalam Birokrasi.
Ketika kenyataan yang kita inginkan jauh dari harapakan kita, maka pasti akan timbul kekecewaan, begitulah yang terjadi ketiga kita mengharapkan agar para aparatur Birokrasi bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab, kejujuran dan keadilan dijunjung, sementara yang kenyataan yang terjadi mereka sama sekali tidak bermoral atau beretika, maka disitulah kita mengharapkan adanya aturan yang dapat ditegakkan yang menjadi norma atau rambu-rambu dalam melaksanakan tugasnya. Sesuatu yang kita inginkan itu adalah Etika yang yang perlu diperhatikan oleh aparat Birokrasi tadi.
Ada beberapa alasan mengapa Etika Birokrasi penting diperhatikan dalam pengembangan pemerintahan yang efisien, tanggap dan akuntabel, bahwa:
Pertama
Masalah – masalah yang dihadapi oleh birokrasi pemerintah dimasa mendatang akan semakin kompleks. Modernitas masyarakat yang semakin meningkat telah melahirkaan berbagai masalah – masalah publik yang semakin banyak dan komplek dan harus diselesaikan oleh birokrasi pemerintah. Dalam memecahkan masalh yang berkembang birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan – pilihan yang jelas seperti baik dan buruk. Para pejabat birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan yang sulit, antara baik dan baik, yang masing – masing memiliki implikasi yang saling berbenturan satu sama lain.
Dalam kasus pembebasan tanah, misalnya pilihan yang dihadapi oleh para pejabat birokrasi seringkaali bersifat dikotomis dan dilematis. Mereka harus memilih antara memperjuangkan program pemerintah dan memperhatikan kepentingan masyarakatnya. Masalah – masalah yang ada dalam “grey area “seperti ini akan menjadi semakin banyak dan kompleks seiring dengan meningkatnya modernitas masyarakat. Pengembangan etika birokrasi mungkin bisa fungsional terutama dalam memberi “ policy guidance” kepada para pejabat birokrat untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

Kedua
Keberhasilan pembangunan yang telah meningkatkan dinamika dan kecepatan perubahan dalam lingkungan birokrasi. Dinamika yang terjadi dalam lingkungan tentunya menuntut kemampuan birokrasi untuk melakukan adjustments agar tetap tanggap terhadap perubahan yang terjadi dalam lingkungannya. Kemampuan untuk bisa melakukan adjustment itu menuntut discretionary power yang besar. Penggunaan kekuasaan direksi ini hanya akan dapat dilakukan dengan baik kalau birokrasi memiliki kesadaran dan pemahaman yang tinggi mengenai besarnya kekuasaan yang dimiliki dan implikasi dari penggunaan kekuasaan itu bagi kepentingan masyarakatnya. Kesadaran dan pemahaman yang tinggi mengenai kekuasaan dan implikasi penggunaan kekuasaan itu hanya dapat dilakukan melalui pengembangan etika birokrasi. Walaupun pengembangan etika birokrasi sangat penting bagi pengembangan birokrasi namun belum banyak usaha dilakukan untuk mengembangkannya. Sejauh ini baru lembaga peradilan dan kesehatan yang telah maju dalam pengembangan etika ,seperti terefleksikan dalam etika kedokteran dan peradilan. Etika ini bisa jadi salah satu sumber tuntunan bagi para professional dalam pelaksanaan pekerjaan mereka. Pengembangan etika birokrasi ini tentunya menjadi satu tantangan bagi para sarjana dan praktisi administrasi publik dan semua pihak yang menginginkan perbaikan kualitas birokrasi dan pelayanan publik di Indonesia. Dari alasan yang dikemukakan di atas ada sedikit gambaran bagi kita mengapa Etika Birokrasi menjadi suatu tuntutan yang harus sesegera mungkin dilakukan sekarang ini, hal tersebut sangat terkait dengan tuntutan tugas dari aparat birokrasi tiu sendiri yang seiring dengan semakin komplesnya permasalahan yang ada dalam masyarakat dan seiring dengan fungsi pelayanan dari Birokrat itu sendiri agar dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat yang dilayani, diatur dan diberdayakan. Untuk itu para Birokrat harus merubah sikap perilaku agar dapat dikatakan lebih beretika atau bermoral di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, dengan demikian harus ada aturan main yang jelas dan tegas yang perlu ditaati yang menjadi landasan dalam bertindak dan berperilaku di tengah-tengah masyarakat.
4.3 Darimana Etika Birokrasi Dibentuk.
Terbentuknya Etika Birokrasi tidak terlepas dari kondisi yang ada di dalam masyarakat yang bersangkutan, sesuai dengan aturan, norma, kebiasaan atau budaya di tengah-tengah masyarakat dalam suatu komunitas tertentu. Nilai-nilai yang ada dan berkembang di dalam masyarakat mewarnai sikap dan perilaku yang nantinya dipandang etis atau tidak etis dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan yang merupakan bagian dari fungsi aparat birokrasi itu sendiri. Di negara kita yang masih kental budaya paternalistik atau tunduk dan taat kepada Bapak atau pemimpin pemerintahan yang juga merupakan pemimpin birokrasi, sehingga sangat sulit bagi masyarakat untuk menegur para aparat Birokrasi bahwa yang dilakukannya itu tidak etis atau tidak bermoral, mereka lebih banyak diam dan malah manut saja melihat perilaku yang adan dalam jajaran aparat birokrasi.
Dalam kondisi seperti di atas, inisiatif penetapan Etika bagi aparat Birokrasi atau penyelenggara pemerintahan hampir sepenuhnya berada di tangan pemerintah. Dimana pemerintah atau organisasi yang disebut birokrasi merasa paling berkuasa dan merasa dialah yang mempunyai kewengan untuk menentukan sesuatu itu etis atau tidak bagi dirinya menurut versi atau pandangannya sendiri, tanpa mempedulikan apa yang aturan main di dalam masyarakat. Permasalahan ini sangat rumit karena Etika Birokrasi cenderung diseragamkan melalui peraturan Kepegawaian yang telah diatur dari Birokrasi tingkat atas atau pemerintah pusat, sementara dalam pelaksanaan tugasnya dia berada di tengah-tengah masyarakat, yang jadi pertanyaan sekarang apakah yang dikatakan Etis menurut peraturan kepegawaian yang mengetur Aparat Birokrasi dapat dapat dikatakan Etis pula dalam masyarakat ataupun sebaliknya.Dalam menyikapi pelaksanaan Etika Birokrasi di Indonesia sering dikaitkan dengan Etika Pegawai Negeri yang telah diformalkan lewat ketentuan dan peraturan Kepegawaian di negara kita, sehingga terkadang tidak menyentuh permasalahan Etika dalam masyarakat yang lebih jauh lagi disebut moral. Di sini tidak akan dipermasalahkan Etika Birokrasi itu diformalkan atau tidak tetapi yang terpenting adalah bagaimana penerapannya serta sangsi yang jelas dan tegas, ini semua mambutuhkan kemauan baik dari Aparat Birokrasi itu sendiri untuk mentaatinya.
Pelaksanaan Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, sebagaimana telah disinggung di atas perlu diperhatikan perihal sangsi yang menyertainya, karena Etika pada umumnya tidak ada sangsi fisik atau hukuman tetapi berupa sangsi social dalam masyarakt, seperti dikucilkan, dihujat dan yang paling keras disingkirkan dari lingkukgan masyarakat tersebut, sementara bagi Aparat Birokrasi sangat sulit, karena masyarakat enggan dan sungkan (budaya Patron yang melekat).Begitu rumit dan kompleksnya permasalahan pemerintahan dewasa ini membuat para aparat birokrasi mudaj tergelincir atau terjerumus kedadalam perilaku yang menyimpang belum lagi karenan tuntutan atau kebutuhan hidupnya sendiri, untuk itu perlu adanya penegasan paying hukum atau norma aturan yang perlu disepakati bersama untuk dilakukan dan diayomi dengan aturan hukum yang jelas dan sangsi yang tegas bagi siapa saja pelanggarnya tanpa pandang bulu di dalam jajaran Birokrasi di Indonesia,
4.4 Peraturan Kepegawaian Sebagai Bagian Dari Penerapan Etika Birokrasi.
Berbicara tentang Etika Birokrasi tidak dapat dipisahkan dari Etika Aparatur Birokrasi itu sendiri karena ketika kita Etika Birokrasi didengungkan secara tertulis memang belum diuraikan dengan jelas namun secara eksplisit Etika Birokrasi telah termuat dalam peraturan Kepegawaian yang mengatur para aparat Birokrasi (Pegawai negeri) itu sendiri, yang mana kita tahu bahwa Birokrasi merupakan sebuah organisasi penyelenggara pemerintahan yang terstruktur dari pusat sampai kedaerah dan memiliki jenjang atau tingkatan yang disebut hirarki. Jadi Etika Birokrasi sangat terkait dengan tingkah laku para apata birokrasi itu sendiri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Aparat Birokrasi secara kongrit di negara kita yaitu Pegawai Negeri baik itu Sipil maupun Militer, yang secara Organisatoris dan hirarkis melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing sessuai aturan yang telah ditetakan. Etika Birokrasi merupakan bagian dari aturan main dalam organisasi Birokrasi atau Pegawai Negeri yang secara structural telah diatur aturan mainnya, dimana kita kenal sebagai Kode Etik Pegawai Negeri, yang telah diatur lewat Undang-undang Kepegawaian. Kode Etik yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) disebut Sapta Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia ( Sapta Prasetya KORPRI) dan dikalangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) disebut Sapta Marga7.
Dengan sendirinya Kode Etik itu dibaca secara bersama – sama pada kesempatan tertentu yang kadang –kadang diikuti oleh suatau wejangan dari seorang pimpinanupacara disebut inspektur upacara ( IRUP ), maksudnya adalah untuk menciptakan kondisi – kondisi moril yang menguntungkan dalam organisasi yang berpengalaman dan mempertumbuhkan sikap mentalyang diperlukan, juga untuk menciptakan moral yang baik. Kode Etik tersebut biasanya dibaca dalam upacara bendera, upacara bulanan atau upacara ulang tahun organisasi yang bersangkutan, dan upacara – upacara nasional. Setiap organisasi, misalnya PNS atau TNI dan lain-lain ada usaha untuk membentuk Kode Etik yang lebih mengikat atau mengatur anggotanya agar lebih beretika dan bermoral. Namun sampai sekarang belum diketahui sampai seberapa jauhnya dan juga belum dapat dipantau secara jelas dari perbuatan seseorang apakah yang bersangkutan melanggar Etika atau Kode Etik atau tidak, karena belum jelas batasannya dan apa sangsinya, sehingga benar-benar dapat dipergunakan sebagai ukuran atau criteria untuk menilai perilaku atau tingkah laku aparat Birokrasi sehingga disebut beretika atau tidak. Tetapi apapun dan bagaimanapun maksud yang hendak dicapai dengan membentuk, menanamkan Kode Etik tersebut adalah demi terciptanya Aparat Birokrasi lebih jujur, lebih bertanggung jawab, lebih berdisiplin, dan lebih rajin serta yang terpenting lebih memiliki moral yang baik terhindar dari perbuatan tercela seperti korupsi, kolusi, nepotisme dan lain-lain. Agar tercipta Aparat Birokrasi yang lebih beretika sesuai harapan di atas, maka perlu usaha dan latihan ke arah itu serta penegakkan sangsi yang tegas dan jelas kepada mereka yang melanggar kode Etik atau aturan yang telah ditetapkan. Dalam hubungannya dengan Kode Etik Pegawai Negeri yaitu dengan betul-betul menjiwai, menghayati dan melaksanakan Sapta Pra Setya Korpri, serta aturan-aturan kepegawaian yang telah ditentukan atau ditetapkan sebagai aturan main para aparat Birokrasi.
4.5 Reformasi Aparatur Negara Dan Kompetensinya
Pemberdayaan dan Kompetensi Aparatur harus dimulai dari etika pemerintahan terutama dalam mewujudkan aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa serta bebas dari Korupsi,Kolusi dan Nepotisma (KKN), adalah merupakan upaya untuk menyukseskan pembangunan di segala bidang.Untuk mendukung kegiatan ini sangat diperlukan pemahaman tentang Hukum Tata Negara, Administrasi Negara dan Administrasi Publik, terutama sistem administrasi yang tangguh, terpercaya dan akurat untuk menyusun dan melaksanakan kebijakan pemerintahan. Adminitrasi yang tidak baik membuktikan pengambilan keputusan yang tidak baik dan pada kenyataannya dapat mengakibatkan hasil-hasil yang buruk dan tidak efisien serta tidak dapat melaksanakan pekerjaan dengan benar akan berpengaruh pada kegiatan warga masyarakat, melemahkan semangat, mempersubur penyelewengan serta menghambat dan merintangi segala segi kehidupan masyarakat.Agar semua ini dapat terwujud diperlukan adanya pemberdayaan aparatur yang bersih dan bertanggung jawab, berwibawa, tangguh dan terpercaya, karena aparatur pemerintah harus menjadi saluran atau jembatan pengabdi dan melaksanakan kepentingan umum dengan penuh dedikasi dan loyalitas, bukan sebaliknya menyalahgunakan kekuasaan, mencari kesempatan dalam kesempitan atau aji mumpung.Agenda 21 yang merupakan komitmen dunia terhadap pembangunan yang terpusat pada Manusia mengembangkan konsep " berpikir global dan bertindak local ". Dimana adanya keharusan otoritas lokal diseluruh dunia memberikan prioritas untuk berpartisipasi kepada organisasi lokal.Organisasi lokal sebagai wahana partisipasi masyarakat lokal telah memberikan kontribusi yang nyata dan bermakna dalam pembangunan. Oleh karena itu setiap aparatur harus selalu menyadari akan perubahan yang setiap saat terjadi secara mendasar di kalangan masyarakat dan harus mengerti akan visi dan misi dari tugas dan fungsinya masing-masing. Karena apabila masyarakat mengetahui tentang adanya penyimpangan, maka akan timbul reaksi dan karena reaksi tersebut menimbulkan opini publik yang didasarkan pada perasaan tidak puas yang akhirnya menjelma menjadi pendapat umum yang akhirnya dapat morongrong kewibawaan pemerintah.Prinsip-prinsip dalam etika pemerintahan ternyata tidak mudah untuk dilaksanakan karena dalam kehidupan sehari-hari harus menjadi contoh teladan, panutan bagi umum dalam kesusilaan dan dalam usahanya sehari-hari selalu memperhatikan kemajuan lahir batin masyarakatnya. Disini perlunya kompetensi Aparatur yang secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan dan karakteristik yang dimiliki seseorang berupa pengetahuan, ketrampilan dan sikap perilaku dalam pelaksanaan tugas jabatnnya, sehingga dapat melaksanakan tugas secara profesional, efektif dan efisien. Selanjutnya dalam organisasi pemerintahan membutuhkan orang-orang yang mempunyai kompetensi dan integritas yang tinggi dalam menyelesaikanpekerjaan dengan cepat,tepat,benar serta dapat mengindentifikasi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi berpikiran secara konsep,kreatif dan dapat bekerja secarta tim agar tercipta sesuatu yang harmonis
4.6 Etika Dalam Pengelolaan Keuangan Negara
A. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, maka:
* Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bertanggung jawab dari segi manfaat/hasil (outcome) atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD.
* Pimpinan unit organisasi kementrian negara/lembaga bertanggung jawab dari segi barang dan/atau jasa yang disediakan (output) atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN, demikian pula Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
Terdapat sanksi yang berlaku bagi Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota, serta Pimpinan Unit Organisasi Kementrian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam UU tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD. Ketentuan sanksi tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD yang bersangkutan.
B. Ketentuan Pidana, Sanksi Administratif, Dan Ganti Rugi
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 34 Pasal 35
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 12 A Pasal 12 B 12 C Pasal 13
Kerugian Negara/Daerah
Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004, kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Diatur Dalam Pasal 59 Sampai Dengan Pasal 67 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004
Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah




C. Pemeriksaan Keuangan Negara Oleh Badan Pemeriksa Keuangan
Pasal 23 Ayat (5) UUD 1945
Pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Pasal 71 Ayat (2)
Badan Pemeriksa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sesuai dengan peraturan perundang-undangan
1. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Pasal 27 Ayat (8)
2. Laporan pertanggungjawaban keuangan BLU diaudit oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 35 Ayat (2) Pemeriksaan ekstern terhadap BLU dilaksanakan oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Definisi
Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara .Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
1. Ruang Lingkup Pemeriksaan
BPK diberi kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan, yakni:
Pemeriksaan keuangan, adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Pasal 23 E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan BPK untuk melaksanakan pemeriksaan kinerja pengelolaan keuangan negara. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan. Adapun untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien, serta memenuhi sasarannya secara efektif. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern pemerintah. Pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksudkan di atas didasarkan pada suatu standar pemeriksaan. Standar dimaksud disusun oleh BPK dengan mempertimbangkan standar di lingkungan profesi audit secara internasional. Sebelum standar dimaksud ditetapkan, BPK perlu mengkonsultasikannya dengan pihak pemerintah serta dengan organisasi profesi di bidang pemeriksaan. Saat ini standar pemeriksaan dimaksud sedang dalam proses penyusunan (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara/SPKN), dan selama SPKN tersebut belum secara resmi diberlakukan maka dalam melakukan pemeriksaan digunakan Standar Audit Pemerintahan (SAP) tahun 1995 sebagai standar audit keuangan negara.
2. Standar Pemeriksaan
Pelaksanaan Pemeriksaan
Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat:
* meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
* mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dari entitas yang menjadi objek pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya.
* melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen pengelolaan keuangan negara. Penyegelan hanya dilakukan apabila pemeriksaan atas persediaan uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara terpaksa ditunda karena sesuatu hal. Penyegelan dilakukan untuk mengamankan uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara dari kemungkinan usaha pemalsuan, perubahan, pemusnahan, atau penggantian pada saat pemeriksaan berlangsung.
* meminta keterangan kepada seseorang. Dalam rangka meminta keterangan, BPK dapat melakukan pemanggilan kepada seseorang. Permintaan keterangan dilakukan oleh pemeriksa untuk memperoleh, melengkapi, dan/atau meyakini informasi yang dibutuhkan dalam kaitan dengan pemeriksa. Yang dimaksud dengan seseorang adalah perseorangan atau badan hukum.
* memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan. Kegiatan pemotretan, perekaman, dan/atau pengambilan sampel (contoh) fisik obyek yang dilakukan oleh pemeriksa bertujuan untuk memperkuat dan/atau melengkapi informasi yang berkaitan dengan pemeriksaan.
* melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Hasil Pemeriksaan
Selain disampaikan kepada lembaga perwakilan, laporan hasil pemeriksaan juga disampaikan oleh BPK kepada pemerintah. Dalam hal laporan hasil pemeriksaan keuangan, hasil pemeriksaan BPK digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang diperlukan, sehingga laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial statements) memuat koreksi dimaksud sebelum disampaikan kepada DPR/DPRD. Apabila pemeriksa menemukan unsur pidana, Undang-Undang 15 Tahun 2004 mewajibkan BPK melaporkannya kepada instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam rangka transparansi dan peningkatan partisipasi publik, Undang-Undang 15 Tahun 2004 menetapkan bahwa setiap laporan hasil pemeriksaan yang sudah disampaikan kepada lembaga perwakilan dinyatakan terbuka untuk umum (tidak termasuk laporan yang memuat rahasia negara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan)
4. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 mengamanatkan kepada setiap orang yang diserahi tugas untuk mengelola keuangan negara (pejabat) untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK dan wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima. Sehubungan dengan itu, BPK perlu memantau dan menginformasikan hasil pemantauan atas tindak lanjut tersebut kepada DPR/DPD/DPRD. Kepada pejabat yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk menindaklanjuti rekomendasi dalam LHP BPK dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian dan juga dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

D. Kebebasan Dan Kemandirian Badan Pemeriksa Keuangan
Dalam rangka menciptakan kebebasan dan kemandirian sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945, BPK telah mengajukan Rancangan Undang-Undang sebagai amandemen Undang-undang Nomor 5 Tahun 1973 kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah, terutama menyangkut hal-hal berikut:
A Kemandirian dan kebebasan dalam hal memilih dan memberhentikan Ketua, Wakil Ketua, dan para Anggota BPK
B Kemandirian dan kebebasan dalam menyusun struktur organisasi sesuai dengan kebutuhan tidak lagi dibatasi oleh aturan yang dibuat oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN)
C Kemandirian dan kebebasan dalam mengatur dan mengelola sumber daya manusia yang dimiliki, dalam hal:
1. Kode Etik
2. Menambah, mengurangi, menggunakan, mendidik dan mengorganisasikan
personel-personel yang dimiliki
3. Menentukan kualifikasi dan tingkat posisi serta rentang penggajian
4. Perlindungan hukum terhadap tenaga-tenaga pemeriksa yang dimiliki
Kemandirian dalam pemeriksaan
Kemandirian dalam anggaran













V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Reformasi Administrasi Negara dalam Era globalisasi adalah perubahan yang terancana terhadap pelaksanaan berupa kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dibuat oleh elit penguasa (militer, birokrasi, partai politik, teknokrat, pemimpin yang dominan dan dimensi manusia) untuk melakukan revisi, perbaikan birokrasi pemerintah serta mencari alternatif baru tentang sistem administrasi negara yang lebih cocok dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan zaman di negara-negara sedang berkembang. Dengan kata lain, bahwa reformasi yang benar yang seharusnya dilakukan negara-negara sedang berkembang adalah sifatnya progmatik artinya pemerintah (elit penguasa) melansir suatu program substantif . Keberhasilan atau kegagalan reformasi administrasi negara sangat tergantung pada : 1. Agen Pembaru (Change Agent), 2. Dukungan dan komitmen dari pemimpin politik, 3. Lingkungan Sosial dan Ekonomi, dan 4. Waktu yang tepat. Selain itu sifat dan ruang lingkup reformasi administrasi negara juga tergantung pada tersedianya sumber daya baik dana maupun tenaga. Ringkasnya, reformasi administrasi negara tidak menambah yang sudah ada, tetapi hanya merealokasikan sumbr daya yang sudang ada.
Uraian-uraian dari karya yang disajikan diatas, hanya merupakan konsep ideal yang diharapkan dari aparat pelaksana pemerintahan di Indonesia yang merupakan aparat birokrasi di negara kita yang mempunyai tugas dan fungsi pokok untuk melayani masyarakat, mengatur masyarakat dan memberdayakan masyarakat. Fungsi-fungsi ini dapat dilaksanakn dengan baik apabila Aparat Birokrasi tersebut memiliki Etika dalam bekerja. Etika Birokrasi bukan hanya sekedar retorika yang didengungkan baik lewat Sapta Pra Setya Korpri maupun Sapta Marga dan sederetan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Tentang kepegawaian, tetapi lebih dari itu bagaiaman ketentuan-ketentuan tersebut dapat dapat dihayati dan diamalkan dalam berepilaku sebagai Aparat Birokrasi dan yang tidak kalah penting yaitu bagaiman penegakkan hukum atau sangsi yang tegas bagi para pelanggar aturan yang telah disepakati dan ditentukan tersebut. Hukuman atau sangsi perlu ditegakkan secara merata tanpa pandang bulu apakah dia atasan atau bawahan semuanya harus sama di mata hukum.msyarakat juga berhak menentukan kode Etik atau aturan dalam masyarakat yang juga turut mengatur keberadaan seorang Aparat Birokrasi di lingkungannya, kalau memang melanggar harus ada komitmen bersama untuk mentaati aturan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Jadi yang disebut Etika Birokrasi merupakan norma aturan yang melekat pada anggota atau aparat Birokrasi itu sendiri di manapun dan kapan dia berada, baik di kantor maupun di tengah-tengah masyarakat dia teriakt dengan aturan kepegawaian dan aturan norma dalam masyarakat yang menjadi lansasan Etika dalam bertindak dan berperilaku dalam melaksanakan tugasnya.
5.2 Saran
1. Menyusun Pedoman Perencanaan dan Pelaporan Kinerja unit-unit Kerja di lingkungan BPK.
2. Menysusun Pedoman Audit Kinerja atas Pelaporan Kinerja, sebagai standar kerja Unit Pemeriksa BPK,
3. Mencari masukan-masukan dari instansi atau pihak-pihak yang terkait dengan masalah Pemeriksaan Kinerja, antara lain : BPKP, Bepeka, Kementerian PAN, Departemen Keuangan, Forum Bersama Inspektorat Jenderal Departemen (Forbes Itjen), Lembaga-lembaga Akademis, dll. Ha lini dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan instansi atau pihakpihak ybs. serta dengan penyelenggaraan atau keikutsertaan dalam seminar-seminar atau workshop, di dalam maupun luar negeri
4. Etika Birokrasi bukan hanya sekedar retorika yang didengungkan baik lewat Sapta Pra Setya Korpri maupun Sapta Marga dan sederetan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Tentang kepegawaian, tetapi lebih dari itu bagaiaman ketentuan-ketentuan tersebut dapat dapat dihayati dan diamalkan dalam berepilaku sebagai Aparat Birokrasi dan yang tidak kalah penting yaitu bagaiman penegakkan hukum atau sangsi yang tegas bagi para pelanggar aturan yang telah disepakati dan ditentukan tersebut.
5. Hukuman atau sangsi perlu ditegakkan secara merata tanpa pandang bulu apakah dia atasan atau bawahan semuanya harus sama di mata hukum.msyarakat juga berhak menentukan kode Etik atau aturan dalam masyarakat yang juga turut mengatur keberadaan seorang Aparat Birokrasi di lingkungannya, kalau memang melanggar harus ada komitmen bersama untuk mentaati aturan yang ada di tengah-tengah masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang 15 Tahun 2004
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004
Undang No. 17 tahun 2003
Pasal 23 Ayat (5) UUD 1945
Aristoteles,
Drs. O.P. SIMORANGKIR
-Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat
- Drs. H. Burhanudin Salam :
(Keraf: 1991: 23
(Muhammad Ali, 1984: 120).










Curicullum Vitae ( CV )
Identitas Pribadi
Nama : Ryan Pratama
NIM : 07061001077
Jurusan : Administrasi Negara
Konsentrasi : Keuangan Negara dan Kebijakan Fiskal
Tempat / tanggal lahir : Palembang / 04 Agustus 1988
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Gol. Darah : O
Alamat : Jl. Sukakarya II No 1896 RT 26 RW 09 Sukamaju
Kecamatan Sako Kota Palembang 30164
Nomor telepon : 081996221680

Riwayat Pendidikan
Asal Sekolah Tahun Lulus
SDN 588 Palembang 2000
SMP N 14 Palembang 2003
SMA N 14 Palembang 2006
Universitas Sriwijaya Jurusan Administra
Si Negara 2006-/Sekarang

Riwayat Organisasi
Nama Organisasi Jabatan Tahun
Pramuka SMPN 14 Dewan Penegak 2003-2005
OSIS SMP N 14 Staf Seksi Karya Ilmiah 2001-2002
OSIS SMA N 14 Staf Seksi Bidang IV 2004-2005
Sanggar Seni Teratai Wakil Ketua Sanggar 2004-2005
Majelis Permusyawaratan
Kelas Dewan Penasihat 2005-2006
Badan Esekutif Mahasiswa
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Staf bidang Pengembang
an minat dan Bakat 2007-2008
Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Ketua Umum 2008-2009

Himpunan Mahasiswa
Administrasi Negara Se-
Sumatra Koordinator Daerah
Sumatra Selatan 2009-2010
Dewan Perwakilan
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Wakil Ketua 2009-2010
Manajemen Konsultan Proyek Peningkatan Kapasitas Untuk Desentralisasi (Project ADB Loan 1964-INO-Kota Palembang Surveyor Lepas 2009

Seminar dan Kegiatan Pendidikan Non- Formal Yang Pernah Diikuti
1. “Masih Banyak Celah Kenapa Menyerah, Tanya Kenapa ?” oleh SAMPOERNA. TBK Surabaya tanggal 14 Desenber 2006 Di Auditorium UNSRI Inderalaya
2. Membuat Berita yang menarik dan Humanis oleh TPI dan FISIP UNSRI Tanggal 10 Desember 2007 di Gedung Pasca Sarjana UNSRI Palembang
3. Disaster Management Training oleh SAMPOERNA RESCUE Tangal 10 Desember 2008 di Universitas Sriwijaya Inderalaya
4. Evaluasi dan Proyeksi Pencapaian Indonesia Mewujudkan MDGs 2015 oleh Universitas Lampung Jurusan Administrasi Negara tanggal 13 April 2009 di Bandar Lampung
5. Hutan Mangrove dan Kekayaan Bahari dalam Menunjang Pembangunan Nasional oleh Fakultas MIPA Jurusan Kelautan di gedung Bina Praja SUMSEL tanggal 09 Mei 2009
6. Kuliah Kerja Administrasi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kayu Agung dari tanggal 06 Juli sampai 28 Agustus 2009
7. Diskusi dengan tema Tolerance A Multi – Cultural, Multi Religius and Democratic Society oleh Universitas Sriwijaya kerjasama dengan Konsulat Jenderal Amerika di Auditorium Pascasarjana UNSRI Palembang tanggal 18 Agustus 2009
8. Finding The Enterpreneur in You oleh Konsulat Jenderal Amerika di Aula Magister Manajemen UNSRI Palembang tanggal 10 September 2009
9. Sosialisasi tentang Pasar Modal oleh LK- Bappepam di Auditorium Magister Manajemen UNSRI Palembang tanggal 1 Oktober 2009
10. Sosialisasi Program Kreativitas Mahasiswa oleh Ditjen Dikti Depdiknas di Magister Manajemen UNSRI Palembang tanggal 2 dan 3 Oktober 2009
11. Diskusi bersama Emmbassy Of The United States Of Amerika dengan tema “ The U.S Govermental System” di Auditorium Magister Manajemen Universitas Sriwijaya Palembang tanggal 9 Oktober 2009
12. Koordinator LO untuk Kontingen SUMSEL pada POMNAS XI Sumatera Selatan dari 10-16 Oktober 2009





PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
“Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk mengikuti lomba karya tulis ilmiah, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam referensi. Dan apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyatan ini tidak benar maka saya sanggup menerima hukuman/sanksi apapun sesuai peraturan yang berlaku.”




Palembang, Desember 2009
Penulis,
Ryan Pratama

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Manajemen Sektor Publik

Sistem Pengendalian Manajemen Sektor Publik
Diarsipkan di bawah: materi pendidikan — santigustiani @ 2:12 pm

Organisasi memerlukan sistem pengendalian manajemen untuk memberikan jaminan dilaksanakannya strategi organisasi secara efektif dan efisien sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Pengendalian manajemen meliputi beberapa aktivitas, yaitu: (1) perencanaan, (2) koordinasi antar berbagai bagian dalam organisasi, (3) komunikasi informasi, (4) pengambilan keputusan, (5) memotivasi orang-orang dalam organisasi agar berperilaku sesuai dengan tujuan organisasi, (6) pengendalian, dan (7) penilaian kinerja.
Sistem pengendalian manajemen sektor publik berfokus bagaimana melaksanakan strategi organisasi secara efektif dan efisien sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Sistem pengendalian manajemen tersebut harus didukung dengan perangkat yang lain berupa struktur organisasi yang sesuai dengan tipe pengendalian manajemen yang digunakan, manajemen sumber daya manusia, dan lingkungan yang mendukung.
Struktur organisasiharus sesuai dengan desain sistem pengendalian manajemen, karena sistem pengendalian manajemen berfokus pada unit-unit organisasi sebagai pusat pertanggungjawaban. Pusat-pusat pertanggungjawaban tersebut merupakan basis perencanaan, pengendalian, dan penilaian kerja.

B. TIPE PENGENDALIAN MANAJEMEN
Tipe pengendalian manajemen dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Pengendalian preventif (preventive control). Pada tahap ini pengendalian manajemen terkait dengan perumusan strategi dan perencanaan strategik yang dijabarkan dalam bentuk program-program.
2. Pengendalian operasional (operational control). Pada tahap ini pengendalian manajemen terkait dengan pengawasan pelaksanaan program yang telah ditetapkan melalui alat berupa anggaran.
3. pengendalian kinerja. Pada tahap ini pengendalian manajemen berupa analisis evaluasi kinerja berdasarkan tolak ukur kinerja yang telah ditetapkan.

C. STRUKTUR PENGENDALIAN MANAJEMEN
Struktur organisasi termanifestasi dalam bentuk struktur pusat pertanggungjawaban (responsibility centers). Tujuan dibuatnya pusat-pusat pertanggungjawaban tersebut adalah:
1. Sebagai basis perencanaan, pengendalian, dan penilaian kinerja manajer dan unit organisasi yang dipimpinnya:
2. Untuk memudahkan mencapai tujuan organisasi;
3. Memfasilitasi terbentuknya goal congruence;
4. Mendelegasikan tugas dan wewenang ke unit-unit yang memiliki kompetensi sehingga mengurangi beban tugas manajer pusat;
5. Mendorong kreativitas dan daya inovasi bawahan;
6. Sebagai alat untuk melaksanakan strategi organisasi secara efektif dan efisien; dan
7. Sebagai alat pengendalian anggaran.
Tanggung jawab manajer pusat pertanggungjawaban adalah untuk menciptakan hubungan yang optimal antara sumber daya input yang digunakan dengan output yang dihasilkan dikaitkan dengan target kinerja. Input diukur dengan jumlah sumber daya yang digunkan, sedangkan output diukur dengan jumlah produk/output yang dihasilkan.

Pusat-pusat pertanggungjawaban
Pada dasarnya pusat pertanggungjawaban terdapat empat jenis, yaitu:

Pusat biaya (expense center)
Pusat biaya adalah pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya dinilai berdasarkan biaya yang telah dikeluarkan.
Pusat pendapatan (revenue center)
Pusat pendapatan adalah pusat pertanggungjawaban yang prestasinya dinilai berdasarkan pendapatan yang dihasilkan.
Pusat laba (profit center)
Pusat laba adalah pusat pertanggungjawaban yang menandingkan input (expense) dengan output (revenue) dalam satuan moneter.
Pusat investasi (investment center)
Pusat investasi adalah pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya dinilai berdasarkan laba yang dihasilkan dikaitkan dengan investasi yang ditanamkan pada pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya.
Pengendalian manajemen berfokus pada pusat pertanggungjawaban, karena pusat pertanggungjawaban merupakan alat untuk melaksanakan strategi dan program-program yang telah diseleksi melalui proses perencanaan strategik.
Manajer pusat pertanggungjawaban, sebagai budget holder, memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan anggaran. Pusat pertanggungjawaban memperoleh sumber daya input berupa tenaga kerja, material, dan sebagainya yang dengan input tersebut diharapkan dapat menghasilkan output dalam bentuk barang atau pelayanan pada tingkat kuantitas dan kualitas tertentu. Pengendalian anggaran meliputi pengukuran terhadap output dan belanja yang riil dilakukan dibandingkan dengan anggaran. Adanya perbedaan atau varians antara hasil yang dicapai dengan yang dianggarkan kemudian dianalisis untuk diketahui penyebabnya dan dicari siapa yang bertanggungjawab atas terjadinya varians tersebut, sehingga dapat segera dilakukan tindakan korektif.
Tiap-tiap pusat pertanggungjawaban bertugas untuk melaksanakan program atau aktivitas tertentu, dan penggabungan program-program dari tiap-tiap pusat pertanggungjawaban tersebut seharusnya mendukung program pusat pertanggungjawaban pada level yang tinggi, sehingga pada akhirnya tujuan umum organisasi dapat tercapai.
Setiap jenis pusat pertanggungjawaban membutuhkan data mengenai belanja (pengeluaran) yang telah dilakukan dan output yang dihasilkan selama anggaran. Laporan kinerja disiapkan dan dikirimkan ke semua level manajemen unutk dievaluasi kinerjanya, yaitu dibandingkan antara hasil yang telah dicapai dengan anggaran.
Pusat pertanggungjawaban dapat berfungsi sebagai jembatan untuk dilakukannya bottom-up budgeting atau participative budgeting. Karena pusat pertanggungjawaban mengemban fungsi sebagai budget holder, maka proses penyiapan dan pengendalian anggaran harus menjadi fokus perhatian manajer pusat pertanggungjawaban. Keberdaan departemen anggaran dan komite anggaran pada pusat pertanggungjawaban sangat perlu untuk membantu terciptanya anggaran yang efektif.
Pusat pertanggungjawaban merupakan alat yang sangat vital untuk pelaksanaan dan pengendalian anggaran. Selain itu, pusat pertanggungjawaban merupakan basis pengukuran kinerja, yaitu pembandingan antara apa yang telah dicapai oleh unit organisasi dengan anggaran yang telah ditetapkan.
D. PROSES PENGENDALIAN MANAJEMEN SEKTOR PUBLIK
Proses pengendalian manajemen pada organisasi sektor publik dapat dilakukan dengan menggunakan saluran komunikasi formal maupun informal. Saluran komunikasi formal terdiri dari aktivitas formal dalam organisasi yang meliputi: (1) perumusan strategi (strategy formulation), (2) perencanaan strategik (strategic planning), (3) penganggaran, (4) operasional (pelaksanaan anggaran), dan (5) evaluasi kinerja. Saluran komunikasi informal dapat dilakukan melalui komunikasi langsung, pertemuan informal, diskusi, atau melalui metoda management by walking around.
Sistem pengendalian manajemen hendaknya dapat menjadi jembatan dalam mewujudkan adanya goal congruence, yaitu keselarasan antara tujuan organisasi dengan tujuan personal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi goal congruence tersebut dapat dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu faktor pengendalian formal dan faktor informal. Faktor pengendalian formal misalnya adalah sistem pengendalian manajemen, sistem aturan (rules of the game), dan reward & punishment system. Sementara itu, faktor informal terdiri atas faktor eksternal dan internal. Faktor pengendalian informal yang bersifat eksternal, misalnya etos kerja dan loyalitas karyawan, sedangkan yang bersifat internal misalnya: kultur organisasi (organitation culture), gaya manajemen (management style), dan gaya komunikasi(communication style).
Perumusan strategi (Strategy Formulation)
Perumusan strategi adalah proses penentuan visi, misi, tujuan, sasaran, target (outcome), arah dan kebijakan, serta strategi organisasi. Perumusan strategi merupakan tugas dan tanggung jawab manajemen puncak (top management). Perumusan strategi dapat bersifat tidak sistematis dan tidak harus kaku.
Perumusan strategi yang dihasilkan dari proses perumusan srategi merupakan strategi global (makro) atau dalam perusahaan disebut corporate level strategy. Strategi makro tersebut kemudian dijabarkan (break down) menjadi strategi lebih mikro dalam bentuk program-program, kegiatan, atau proyek.
Strategi organisasi ditetapkan untuk memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan organisasi. Salah satu metode penentuan strategi adalah dengan menggunakan analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, threat). Analisis SWOT dikembangkan dengan menganalisis faktor internal oragnisasi yang menjadi kekuatan dan kelemahan organisasi (care competence)
dan memperhitungkan faktor eksternal berupa ancaman dan peluang. Berdasarkan analisis SWOT tersebut, organisasi dapat menentukan strategi terbaik untuk mencapai tujuan organisasi.
Olsen dan Eadie (1982) menyatakan bahwa proses perumusan strategi terdiri atas lima komponen dasar, yaitu:
• Pernyataan misi dan tujuan umum organisasi yang dirumuskan oleh manajemen eksekuitf organisasi dan memberikan rerangka pengembangan strategi serta target yang akan dicapai.
• Analisis atau scanning lingkungan, terdiri dari pengidentifikasian dan pengukuran (assessment) faktor-faktor eksternal yang sedang dan akan terjadi dan kondisi yang harus dipertimbangkan pada saat merumuskan strategi organisasi.
• Profil internal dan audit sumber daya, yang mengidentifikasi dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan organisasi dalam hal berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan strategik.
• Perumusan, evaluasi, dan pemilihan strategi.
• Implementasi dan pengendalian rencana strategik.
Sementara itu Bryson (1995) membuat model delapan langkah untuk memfasilitasi proses perumusan strategi, yaitu:
1. Memulai dan menyetujui proses perencanaan strategik.
2. Identifikasi apa yang menjadi mandat organisasi.
3. Klarifikasi misi dan nilai-nilai organisasi.
4. Menilai lingkungan eksternal (peluang dan ancaman)
5. Menilai lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan)

Perencanaan Strategik (Strategic Planning)
Sistem pengendalian manajemen diawali dari perencanaan strategik (strategic plannig). Perencanaan strategik adalah proses penentuan program-program, aktivitas, atau proyek yang akan dilaksanakan oleh suatu organisasi dan penentuan jumlah alokasi sumber daya yang akan dibutuhkan.
Perbedaannya dengan perumusan strategi adalah perumusan strategi merupakan proses untuk menentukan strategi, sedangkan perencanaan strategik adalahproses menentukan bagaimana mengimplementasikan strategi tersebut. Hasil perencanaan strategik berupa rencana-rencana strategik. Perencanaan strategik merupakan proses menurunkan strategi dalam bentuk program-program.
Manfaat perencanaan strategik bagi organisasi
Perencanaan strategik sangat penting bagi organisasi. Manfaat perencanaan strategik bagi organisasi, antara lain:
1. Sebagai sarana untuk memfasilitasi terciptanya anggaran yang efektf,
2. Sebagai sarana untuk memfokuskan manajer pada pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan,
3. Sebagai sarana untuk memfasilitasi dilakukannya alokasi sumber daya yang optimal (efektf dan efisien),
4. Sebagai rerangka untuk pelaksanaan tindakan jangka pendek (short term action),
5. Sebagai sarana bagi manajemen untuk dapat memahami strategi organisasi secara lebih jelas, dan
6. Sebagai alat untuk memperkecil rentang alternatif strategi.
Tujuan utama perencanaan strategik adalah untuk meningkatkan komunikasi antara manajer puncak dengan manajer level bawahnya. Adanya komunikasi ini akan memungkinkan terjadi persetujuan antara manajer puncak dengan manajer level bawah mengenai strategi terbaik untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan. Hal ini akan mendorong terwujudnya goal congruence.

Mengubah Perencanaan Strategik Menjadi Tindakan Nyata
Perencanaan strategik bukan merupakan hasil akhir yang final. Perencanaan strategik perlu ditranslasikan dalam bentuk tindakan-tindakan konkrit. Maka dari itu, perencanaan strategik harus didukung oleh hal-hal berikut:
1. Struktur pendukun, baik secara majerial maupun political will;
2. Proses dan praktik implementasi di lapangan; dan
3. Kultur organisasi.
Struktur organisasi hendaknya dapat mendukung pelaksanaan strategi. Oleh karena itu, perlu dilakukan restrukturisasi dan reoragnisasi (institutional reform) agar selaras dengan strategi dan desain sistem pengendalian manajemen. Restrukturisasi tersebut didasarkan pada prinsip:
1. Perubahan struktur organisasi hendaknya dapat meningkatkan kapasitas untuk mencapai strategi yang efektif.
2. Pimpinan eksekutif bertanggung jawab untuk melaksanakan strategi dan arahan kebijakan hingga level bawah.
3. Dewan bertanggung jawab secara kolektif untuk merencanakan strategi, kebijakan dan
otorisasi alokasi sumber daya, dan menilai kinerja manajemen (eksekutif).
Perencanaan strategik tidak akan efektif jika prosedur dan sistem pengendalian tidak sesuai dengan strategi. Harus ada kejelasan wewenang dan tanggung jawab, pendelegasian wewenang dan tugas. Selain itu harus didukung dengan adanya regulasi keuangan, pengendalian personel, dan manajemen kompensasi yang jelas dan fair.

Penganggaran
Tahap penganggaran dalam proses pengendalian manajemen sektor publik merupakan tahap yang dominan. Proses penganggaran pada organisasi sektor publik memiliki karakteristik yang agak berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta. Perbedaan tersebut terutama adalah adanya pengaruh politk dalam proses penganggaran.

Peniliaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah tahap akhir dari proses pengendalian manajemen, yang merupakan bagian dari proses pengendalian manajemen yang dapat digunakan sebagai alat pengendalian. Pengendalian manajemen melalui sistem penilaian kinerja dilakukan dengan cara menciptakan mekanisme reward & punishment. Sistem pemberian penghargaan (rewards) dan hukuman (punishment) digunakan sebagai pendorong bagi pencapaian strategi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Reformasi Administrasi

REFORMASI ADMINISTRASI NEGARA
DALAM ERA GLOBALISASI”

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Reformasi Administrasi negara dewasa ini semakin banyak menjadi sorotan. Secara empiris, gejala ini disebabkan oleh perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya globalisasi, memaksa semua pihak, utamanya birokrasi pemerintah, untuk melakukan revisi, perbaikan dan, mencari alternatif baru tentang sisitem administrasi Negara yang cocok dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan zaman. Sekarang ini tampaknya ada issue yang mendua terhadap sosok dan cara kerja aparatur pemerintsh di kebanyakan negara berkembang. Pandangan pertama menganggap bahwa birokrasi pemerintah ibarat sebuah perahu besar yang dapat menyelamatkan seluruh warga masyarakat dari “bencana” banjir ekonomi maupun politik. Bagaikan dilengkapi oleh militer dan partai politik yang kuat, organisasi pemerintah merupakan dewa penyelamat dan merupakan satu-satunya organ yang dikagumi masyarakat. Pandangan ini didasarkan atas asumsi bahwa di dalam mengolah sumber daya yang dimiliki, organisasi ini mengerahkan para intelektual dari bermacam latar belakang pendidikan sehingga keberhasilannya lebih dapat terjamin, Jadi, mereka berkesimpulan bahwa birokrasi pemerintah memegang peranan utama, bahkan peran tunggal dalam pembangunan suatu negara.
Pada sisi lain, pandangan kedua menganggap birokrasi pemerintah sering menunjukkan gejala yang kurang menyenangkan. Bahkan hampir selalu birokrasi pemerintah bertindak canggung, kurang terorganisir dan buruk koordinasinya, menyeleweng, otokratik, bahkan sering bertindak korupsi. Para aparatnya kurang dapat menyesuaikan diri dengan moderenisasi orientasi pembangunan serta perilakunya kurang inovatif dan tidak dinamis. Dalam keadaan semacam ini, pemerintah biasanya mendominasi seluruh organ politik dan menjauhkan diri dari masyarakat. Berdasarkan dari kedua pandangan tersebut di atas, bahwa pada pandangan pertama mungkin diilhami oleh suatu pengharapan yang muluk-muluk dan berlebihan, yang dewasa ini mungkin sudah sangat jarang ditemukan, sedangkan pada pandangan kedua merupakan suatu pandangan merupakan suatu pandangan yang berlebihan yang didasrkan pada prasangka buruk. Bisa juga terjadi yang kedua pandangan tersebut bertentangan satu sama lain yang didasarkan pada pengamatan yang mendalam dan evaluasi terhadap kondisi nyata aparaur pemerintah. Sudah barang tentu kritik dan ketidakpuasan yang berlebihan terhadap peran birokrasi pembangunan sangatlah tidak adil. Selalu saja jika terjadi kegagalan dalam usaha pembangunan, birokrasi dipandang sebagai keladinya. Kegagalan pembangunan memang sebaian besar merupakan tanggung jawab birokrasi, namun bukanlah semuanya. Bahkan di beberapa negara, kekurangefisienan administrasi negara tidak dianggap sebagai “dosa besar” terhadap ketidakmampuan pemerintah dalam memenuhi harapan pembangunan di dalam memenuhi harapan pembangunan atau pu realisai tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Rencana Pemabangunan.
1.2. Perumusan Masalah
Kebutuhan akan perubahan dan adaptasi aparatur pemerintah sangatlah mendesak, walaupun masalah yang dihadapi begitu kompleks dan rumit. Konsekuensi logisnya, maka reformasi administrasi negara-negara sedang berkembang menjadi suatu keharusan dan menjadi perhatian utama pemerintah negara sedang berkembang.

1.3. Pembatasan Masalah
Strategi-strategi birokrasi pemerintah dalam upaya reformasi administrasi negara dalam era globalisasi terutama bagi negara-negara sedang berkembang.

1.4. Tujuan Penulisan
Memberikan penjelasan yang seefisien mungkin bagaimana administrasi negara suatu organisasi pemerintah dalam menghadapi era globalisasi sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan zaman.

1.5 Manfaat Penulisan
Dapat mempunyai pandangan yang positif dan hal-hal yang perlu dilakukan birikrasi pemerintah administrasi negara dalam era globalisasi, khususnya di negara-negara sedang berkembang.

II. PEMBAHASAN
2.1. Reformasi Administrasi Negara dalam Era Globalisasi
Pengertian Reformasi Administrasi Negara dalam Era Globalisasi adalah perubahan yang terencana terhadap pelaksanaan peran elit penguasa (militer, birokrasi, parpol, teknokrat, dan lain-lain) dalam pencapian tujuan negara memlalui berbagai fase globalisasi yaitu fase embrio, pertumbuhan, take off, perjuangan hegemoni, ketidakpastian dan kebudayaan global. Perubahan yang terencana terhadap pelaksanaan pelaksanaan peran pemerintah disesuaikan pada situasi dan kondisi fase-fase globalisasi (Fase I-VI). Secara tradisional bahwa reformasi administrasi negara adalah menyempurnakan administrasi negara itu sendiri.
Ada beberapa kegiatan reformasi administrasi negara yang dianggap sukses dalam mencapai tujuan negara yaitu:
• Pertama, reformasi administrasi negara diperkenalkan di negara sedang berkembang sebagai suatu akibat perubahan dalam sistem politik dan dalam batas-batas tertentu berkaitan dengan perubahan sisitem hukum. Seperti di Brazilia di bawah pemerintahan Gestulio Vargas, Republik Persatuan Arab, Ghana, dan Tanzania.
• Kedua, reformasi administrasi negara yang termasuk efektif adalah yang berkenaan dengan dengan perubahan institusi pemerintah. Kasusu yang menarik adalah penyatuan beberapa “state” ke dalam negara federal di India pada tahun 1948-1957, yang kemudian diikuti dengan penggabungan beberapa institusi.
• Ketiga, reformasi administrasi negara mungkin diawali oleh pihak luar. Di kebanyakan negara sedang berkembang dimana organisasi internasional dan pemerintah negara asing sangat aktif untuk melakukan perbaikan administrasi pemerintahan melalui program bantuan teknis, reformasi admnistrasi negara mulai dicobamasukkan ke dalam kebijakan pemerintahan setempat. Seperti para tenaga ahli dan konsultan asing beserta counterpart-nya sudah memainkan perannya di dalam perencanaan, pemrograman, dan implementasi reformasi administrasi negara.
Dewasa ini belum ada basis teoritis yang cukup handal untuk menentukan kapan reformasi administrasi negara dilaksanakan. Ada 3 pendekatan yang dipkai sebagai pegangan (Soesilo Zauhar, 1996) yaitu :
1. Luasnya tujuan yang hendak dicapai dalam program reformasi administrasi negara.
2. Program reformasi administrasi negara dievaluasi dalam bentuk seberapa besar perubahan organisasi dapat mencapai tujuannya.
3. Untuk mengukur kualitas kebijaksanaan negara yaitu didasarka pada aspek-aspek proses kebijaksanaan seperti polanya, strukturnya, masukannya, dan sebagainya.

2.2. Tujuan Reformasi Administrasi Negara
Dror berpendapat bahwa tujuan reformasi administrasi negara adalah :
a. Efisiensi admonistrasi, dalam arti penghematan uang yang dapat dicapai melalui penyederhanaan formulir, perubahan prosedur, penghilangan duplikasi dan kegiatan organisasi metode lain.
b. Penghapusan kelemahan atau penyakit administrasi negara sepeti korupsi, pilih kasih dan sistem teman dalam sisitem politki , dan lain-lain.
c. Pengenalan dan penggalakan sistem merit, pemakaian PPBS, pemrosesan data melaui sistem informasi yang otomatis, peningkatan penggunaan pengetahuan ilmiah dan lain-lain.
d. Menyesuaikan sistem administrasi negara terhadap meningkatnya keluhan masyarakat.
e. Mengubah pembagian kerja antara sistem administrasi negara dan sistem politik, seperti meningkatkan otonomi profesional dari sistem administrasi negara dan meningkatkan pengaruhnya pada suatu kebijaksanaan.
f. Mengubah hubungan antara sisitem administrasi dan penduduk, misalnya melalui relokasi pusat-pusat kekuasaan (sentralisasi versus desentralisasi, demokratisasi dan lain-lain.

2.3. Reformasi Administrasi Negara dalam Model Birokrasi
a. Reformasi Administrasi Negara dalam Birokrasi Terbuka
Birokrasi terbuka di kebanyakan negara sedang berkembang secara terus-menerus memerlukan keteraturan. Kerangka prosedur administrasi sangat diperlukan. Lembaga-lembaga pemerintah atau penciptaan lembaga lain, dalam batas-batas tertentu adalaf reformasi admistrasi dalam artian sempit (Siagian,1993).
Namun di lain pihak birokrasi masih juga diperlukan. Pada tahap awal kegitan, prosedur, dan struktur organisasi haruslah sederhana, sehingga tidak akan menjadi penghalang bagi refirmasi berikutnya. Pada masa rezim pasca Soekarno di mana keteraturan mendapat prioritas yang sangat tinggi, pembentukan infra strukur administrasi negara harus segera diikuti dengan reformasi yang sifatnya progmatik, karena kalau tidak akan terlalu banyak infrastruktur yang justru mencekik perkembangan sektor lain.
b. Reformasi Administrasi Negara dalam Birokrasi Tertutup
Birokrasi terttutp di kebanyakan negara sedang berkembang, perlu segera dibuka agar tuntutan perubahan sebagai akibat logis dari perkembangan alamiah, dapat terpenuhi. Apabila birokrasi tertutup di negara-negara brkembang diciutkan, ada kecenderungan terjadi hilangnya fleksibilitas, sehingga birokrasi tersebut bertambah tertutup dan kaku. Kecenderungan semacam ini sering terjadi manakala birokrasi di negara berkembang mencoba mengidentikkan atau menyamakan penciutan birokrasi dengan reformasi administrasi negara.
Reformasi yang benar seharusnya dilakukan di negara sedang berkembang adalah yang bersifat progmatik. Jadi, apabila pemerintah melansir suatu program subtantif seperti program pertanian, ekonomi, politik, pendidikan, pembangunan masyarakat desa dan lain-lain, memobilisasikan sebaian sumber daya insani dan keuangan serta melenturkan struktur dan prosedur organisasi untuk melaksanakan program tersebut, maka kegiatan ini diebut reformasi administrasi negara.
c. Reformasi Administrasi Negara dalam Birokrasi Campuran
Birokrasi campuran di kebanyakan negara sedang berkembang, secara pelan tapi pasti, sifat ketertutupan berangsur-angsur berkurang, walaupun belum am pai taraf terbuka. Birokrasi ini dituntut untuk terus membuka diri sembari menungkatkan efisiensinya. Reformasi yang diperlukan dalam birokrasi campuran adalah birokrasi yang sifatnya progmatik dan teknis (Soesilo Zauhar, 1996).

2.4. Strategi-Strategi dalam Reformasi Admonistrasi Negara
Usaha untuk memperjelas beragam reformasi administrasi negara adalah dengan melakukan dikotominasi strategi dan matriks strategi.
1. Dikotominasi Strategi dalam Reformasi Administrasi Negara
Yang dimaksud dengan dikotomonasi adlah pembagian dalam kedua kelompok yang saling bertentangan (KBBI, 1990). Dengan dikotominasi itu diharapkan akan memperoleh kejelasan tentang pervedaan ruang lingkup, kelemahan, dan kekuatan masing-masing strategi tersebut. Pendekatan pokok strategi reformasi administrasi negara tersebut adalah : pendekatan makro versus mikro, pendekatan struktural versus perilaku, balanced versus shock oriented, inkremental versus inovatif, dan komprehensif versus parsial.
a. Pendekatan Makro versus Mikro
Di dalam kepustakaan reformasi administrasi negara masih terdapat pertentangan yang tak kunjung henti. Mereka yang sependapat denga pendekatan mikro mengatakan bahwa sebagian negara berkembang gagal menerapkanpembaruan administratif secara komprehensif (makro) karena sebagian besar dari mereka belum memiliki persyaratan yang diperlukan. Sebaliknya mereka yang sependapat dengan pendekatan makro mengatakan kompleksitas dan ketergantungan faktor administratif memaksa diperlukannya pembaruan yang menyeluruh. Program yang bersifat menyeluruh ini harus dibuat untuk menaggulangi perkembangan yang terjadi dalam keseluruhan tubuh administrasi negara serta untuk memberi prinsip dan kerangka umum bagi pendekatan parsial (bagian dari keseluruhan administrasi tersebut). Dengan kata lain, mereka yang sependapat dengan pendekata mikro menyatakan bahwa pembaruan secara selektif dapat menjadi dasar bagi perubahan pada masa yang akan datang. Dalam penyempurnaan administasi terhadap satuan organisasi, tidak ada satu organisasi yang mampu berdiri sendiri dan nerperan di dalam proses pembangunan nasional. Ia harus dipandang dalam kaitannya dengan organisasi atau badan lain yang bisa menjadi penghambat atauoun pendorong bagi pembaruan administrasi secara menyeluruh.
Begitu juga mereka yang sependapat dengan pendekatan makro menyatakan bahwa semua rencana yang menyeluruh pasti terdiri dari proyek individual (Satuan dasar Administrasi Negara adalah individual).
b. Pendekatan Struktural versus Pendekatan Perilaku
Kecenderungan dari para struturalis kurang memperhatikan aspek perilaku di dalam pembaruan administrasi, sebaliknya para perkiulis (behavioralis) kurangnya perhatian terhadap aspek struktural di dalam pembaruan reformasi administrasi negara.
Kelemahan utama dari pendekatan struktural adalah sifatnya yang statis dan kefanatikannya terhadap dogma organisasi. Begitu juga pendekatan perilaku cenderung statis karena sebagian dari mereka beranggapan bahwa ciri-ciri umum perilaku organisasi sulit untuk dioperasikan.
Dengan kata lain para strukturalis sadar bahwa dampak yang ditimbulkannya sangat terbatas apabila tidak dibarengi dengan usaha-usaha untuk mempengarihi perilaku anggota atau kelompok yang ada dalam organisasi pemerintah. Sebaliknya para perilakulis berpendapat bahwa pelaksanaan pemerintahan dan perubahan yang terjadi dalam tubuh pemerintah, tak terlepas dari pengaruh lingkingan yang ada di sekitarnya.
Selanjutnya pendekatan balanced versus shock oriented, inkremental versus inovatif, dan komprehensif versus parsial merupakan strategi yang intinya memperoleh kejelasan dua pendapat yang saling bertentangan tentang pembaruan, ruang lingkup, kelemahan dan kekuatan di dalam reformasi administrasi negara bagi negara-negara sedang berkembang.

2. Matriks Strategi dalam Reformasi Administrasi Negara
Matriks ini memeperhatikan pendekatan mikro da pendekatan makro yang ada di dalam pembaruan administrasi, yaitu kuat dan lemahnya kepemimpinan politik serta tepat ridaknya waktu pembaruan. Matriks itu terdiri dari 2 dimensi yaitu :
a. Kepemimpinan (kuat dan lemah);
b. Waktu (tepat dan tidak tepat atau menguntungkan dan tidak menguntungkan atau) (Hahn Been Lee, dikutip oleh Soesilo Zauhar, 1996).
Dengan kata lain bahwa jika waktu tidak menguntungkan dan kepemimpinan lemah, maka diperlukan startegi selektif atau pendekatan mikro. Sebaliknya apabila kepemimpinan kuat dan waktu menguntungkan, maka diperlukan strategi komprehensif (menyeluruh), sedangkan jika situasi dimana waktu menguntungkan dan kepemimpinan lemah maka tidak ada strategi alternatif.

III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Reformasi Administrasi Negara dalam Era globalisasi adalah perubahan yang terancana terhadao pelaksanaan berupa kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dibuat oleh elit penguasa (militer, birokrasi, partai politik, teknokrat, pemimpin yang dominan dan dimensi manusia) untuk melakukan revisi, perbaikan birokrasi pemerintah serta mencari alternatif baru tentang sistem administrasi negara yang lebih cocok dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan zaman di negara-negara sedang berkembang.
Dengan kata lain, bahwa reformasi yang benar yang seharusnya dilakukan negara-negara sedang berkembang adalah sifatnya progmatik artinya pemerintah (elit penguasa) melansir suatu program substantif .
Keberhasilan atau kegagalan reformasi administrasi negara sangat tergantung pada : 1. Agen Pembaru (Change Agent), 2. Dukungan dan komitmen dari pemimpin politik, 3. Lingkungan Sosial dan Ekonomi, dan 4. Waktu yang tepat. Selain itu sifat dan ruang lingkup reformasi administrasi negara juga tergantung pada tersedianya sumber daya baik dana maupun tenaga. Ringkasnya, reformasi administrasi negara tidak menambah yang sudah ada, tetapi hanya merealokasikan sumbr daya yang sudang ada.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Standar Operasional Prosedur

Pendahuluan.
Tidak adanya acua
n dalam pelaksanaan pekerjaan banyak membuat organisasi tidak berfungsi dengan baik, hal ini dikarenakan para karyawan bingung atas pekerjaan yang mereka akan kerjakan selanjutnya, dan pihak manajemen pun tidak mempunyai pedoman dalam pengambilan keputusan. Tidak adanya acuan dalam pelaksanaan kegiatan administrasi di lingkungan pemerintahan banyak dikeluhkan oleh para masyarakat, karena dengan tidak adanya acuan pelayanan administrasi menyebabkan proses pelayanan menjadi ‘terasa’ rumit, lamanya pelayanan dan mengindikasikan adanya praktik-praktik korupsi.

Pengertian SOP
Administrasi merupakan kegiatan yang sangat luas cakupannya, tidak hanya sekedar pekerjaan tata usaha saja tetapi pekerjaan mulai dari pengumpulan data hingga menentukan suatu kebijakan organisasi merupakan bagian dari kegiatan administrasi. Begitu pula halnya dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan salah satu bagian dari kegiatan administrasi khususnya mendalami prosedur, system dan kegiatan pendokumentasian dalam administrasi suatu organisasi. Agar memahami kegiatan dalam suatu pekerjaan dengan baik setiap organisasi harus memiliki suatu acuan, instruksi ataupun prosedur kerja. Karena dengan adanya prosedur atau acuan ini para karyawan, atasan, manajemen maupun masyarakat mendapatkan suatu kejelasan serta kemudahan transparansi dalam setiap prosedur pelayanan yang diberikan. Ada beberapa istilah acuan dalam pekerjaan, antara lain Work Instruction (Instruksi Kerja) dan Standar Operasional Prosedur (SOP). Kedua istilah tersebut memiliki fungsi dan makna yang sama yaitu sebagai acuan kerja perbedaannya hanya dari pemakaian istilah / bahasa dalam tiap-tiap organisasi. Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah menciptakan komitment mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintahan untuk mewujudkan good governance. Standar operasional prosedur tidak saja bersifat internal tetapi juga eksternal, karena SOP selain digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik yang berkaitan dengan ketepatan program dan waktu, juga digunakan untuk menilai kinerja organisasi publik di mata masyarakat berupa responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Hasil kajian menunjukkan tidak semua satuan unit kerja instansi pemerintah memiliki SOP, karena itu seharusnyalah setiap satuan unit kerja pelayanan publik instansi pemerintah memiliki standar operasional prosedur sebagai acuan dalam bertindak, agar akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dapat dievaluasi dan terukur. Di sadur dari artikel terdapat beberapa pengertian mengenai Standar Operasional Prosedur (SOP), yaitu : 1. SOP adalah serangkaian instruksi yang menggambarkan pendokumentasian dari kegiatan yang dilakukan secara berulang pada sebuah organisasi. (EPA, 2001) 2. SOP adalah suatu panduan yang menjelaskan secara terperinci bagaimana suatu proses harus dilaksanakan. (FEMA, 1999) 3. SOP adalah serangkaian instruksi yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah. (Lingappan, 2000) 4. SOP adalah suatu panduan yang dikemukakan secara jelas tentang apa yang diharapkan dan diisyaratkan dari semua karyawan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. (Developing, 2003)
Fungsi, Tujuan dan Manfaat SOP Dalam artikel website Universitas Kristen Petra, dijelaskan fungsi dari penerapan SOP ialah untuk mendefinisikan semua konsep dan teknik yang penting serta persyaratan yang dibutuhkan, yang ada dalam setiap kegiatan yang dituangkan kedalam suatu bentuk yang langsung dapat digunakan oleh karyawan dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari (Stupp, 2001). Dengan demikian dapat kita lihat dari fungsi SOP diatas bahwa tujuan dari adanya SOP ini yaitu untuk memberikan suatu konsep yang jelas, dipahami oleh semua orang dan dituangkan pada suatu dokumen prosedural dalam setiap kegiatan. Sedang manfaat adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) yaitu : 1. Menjelaskan detail setiap kegiatan dari proses yang dijalankan 2. Adanya standarisasi kegiatan 3. Membantu dalam pengambilan keputusan 4. Memudahkan dalam transparansi dan akuntabilitas sebuah organisasi 5. Mengarahkan suatu pekerjaan kepada konsep yang jelas

Bentuk-bentuk SOP
Dalam mengimplementasikan suatu Standar Operasional Prosedur (SOP) di suatu organisasi, bentuk dan jenis SOP yang dibuat haruslah sesuai dengan budaya dan sistem organisasi itu sendiri. Karena inti dari pembuatan SOP ini adalah untuk memudahkan dan menjelaskan proses suatu kegiatan oleh semua pihak. Menurut Stup (2001), ada beberapa bentuk dan criteria dalam pembuatan Standar Operasional Prosedur (SOP), yaitu : 1. Simple Steps Prosedur yang singkat dan tidak membutuhkan banyak keputusan yang ditulis. SOP ini dianut oleh perusahaan yang memiliki pekerja tidak terlalu banyak. 2. Hierarchical Steps Bentuknya cukup panjang lebih dari 10 langkah, tetapi tidak terlalu banyak keputusan. 3. Graphic Format Bentuk ini sama seperti Hierarchical Steps yaitu cukup panjang lebih dari 10 langkah tetapi tidak terlalu banyak keputusan. Perbedaannya terletak dalam penyampaiannya, Graphic Format berisikan suatu grafik, gambar, diagram untuk mengilustrasikan apa yang menjadi tujuan dari suatu prosedur. 4. Flowchart Prosedur yang memiliki banyak keputusan, dapat ditulis dalam bentuk ini. Flowchart merupakan grafik sederhana yang menjelaskan langkah-langkah dalam membuat keputusan. Hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan Flowchart ini yaitu pemakaian simbol-simbol dalam penjelasanya, karena simbol-simbol ini memiliki arti dan makna yang berbeda. Ada beberapa symbol-simbol dari flowchart ini yaitu :

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Permasalahan Administrasi Publik

PERMASALAHAN
Berbagai permasalahan pada aspek administrasi negara yang muncul selama
ini berkaitan dengan citra dan kinerja administrasi negara yang belum dapat
memenuhi keinginan masyarakat banyak. Pemasalahan administrasi negara
tersebut saling terkait dan mempengaruhi, mulai dari hubungan dan
kewenangan antar lembaga negara, sistem pemerintahan, kelembagaan
(institusi pemerintah dan institusi diluar pemerin-tah yang semakin bertambah
seperti komisi-komisi dan badan atau dewan-dewan), pengelolaan keuangan
negara, kinerja pelayanan publik yang masih buruk, hubungan kelembagaan
antara pusat dan daerah, dan SDM aparatur yang kurang atau belum
profesional.
1. Kelembagaan yang belum tertata dengan baik
Masalah kelembagaan tidak hanya terkait dengan organisasi dan
strukturnya, tetapi juga termasuk kultur, serta pembagian tugas dan
kewenangan antar lembaga. Dalam beberapa tahun terakhir ini, telah
dibentuk puluhan lembaga di luar pemerintah, baik dalam bentuk komisikomisi
maupun badan. Pembentukan lembaga-lembaga yang bersifat
indipenden tersebut menimbulkan permasalahan pembagian tugas dan
kewenangan, tidak hanya antar lembaga tersebut tetapi juga antara
lembaga-lembaga tersebut dengan pemerintah. Dari sudut pandang
administrasi negara, pembentukan lembaga-lembaga tersebut sangat
mengganggu dan tidak efisien dan efektif.
Disamping itu hubungan kelembagaan dan kewenangan antara pusat dan
daerah pun saat ini belum terselesaikan dengan baik. Desentralisasi dan
otonomi daerah, yang merupakan amanat konstitusi, pelaksanaannya
masih tersendat-sendat. Banyak peraturan perundangan yang
menyangkut hubungan antara pusat dan daerah masih belum rampung
bahkan beberapa peraturan cenderung tumpang tindih.
2. Kualitas Pelayanan Publik
Rendahnya kualitas pelayanan publik merupakan salah satu sorotan yang
diarahkan kepada pemerintah. Perbaikan pelayan-an publik di era
reformasi merupakan harapan seluruh masyarakat, namun dalam
perjalanan reformasi yang memasuki tahun ke enam, ternyata tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Berbagai tanggapan masyarakat
justru cenderung menunjukkan bahwa berbagai jenis pelayanan publik
mengalami kemunduran yang utamanya ditandai dengan banyaknya
penyimpangan dalam layanan publik tersebut. Sistem dan prosedur
pelayanan yang berbelit-belit, lambat, mahal, tertutup, dan diskriminatif,
serta berbudaya bukan melayani melainkan dilayani. Di samping itu
rendahnya partisipasi masyarakat dalam menggerakkan fungsi-fungsi
pelayanan mengakibatkan monopoli yang tak terkendali, dan belum
adanya standar tolok ukur terhadap optimalisasi pelayanan publik oleh
aparatur kepada masyarakat dapat menimbulkan kesulitan dalam
pengukuran kinerja pelayanannya.
3. Sumber Daya Manusia Aparatur
4
Sebagai salah satu isu strategis dalam reformasi administrasi negara,
berkaitan dengan kompetensi SDM aparatur yang di dalamnya mencakup
kompetensi, profesionalisme, etika dan budaya kerja. Sejauh ini masih
banyak aparatur negara yang belum kompeten, serta mengabaikan
norma-norma, etika dan aturan administrasi negara yang baik.
Indikasinya adalah masih tingginya penyalahgunaan kewenangan
sehingga menimbulkan ketidakefisienan, ketidakefektifan dan ketidak
produktifan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan, sehingga
harapan akan suatu kultur aparatur negara yang profesional dan
akuntabel belum dapat tercapai. Fenomena seperti ini menunjukkan
keadaan yang sangat memperihatinkan mengingat dewasa ini bangsa
sedang menghadapi tantangan yang sangat kompleks, yang ditandai
dengan semakin tingginya persaingan antar negara.
4. Pengelolaan Keuangan Negara
Sejak tahun 2003, telah diterbitkan tiga undang-undang di bidang
pengelolaan keuangan negara, yaitu UU 17/2003 Tentang Keuangan
Negara, UU 1/2004 Tentang Perbendaha-raan Negara, dan UU 15/2004
Tentang Pemeriksaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Hal yang
penting di dalam perundang-undangan tersebut adalah penggabungan
anggaran rutin dan pembangunan, dan penerapan anggaran berbasis
kinerja, dimana setiap penggunaan anggaran harus dapat
dipertanggungjawabkan hasilnya (output, outcome).
Perubahan tersebut menuntut penerapan pengawasan yang dapat
menjamin tercapainya hasil dengan penggunaan anggaran yang telah
ditetapkan. Namun demikian, hingga saat ini reformasi dalam pengelolaan
keuangan negara ini masih menghadapi kendala, antara lain belum
terbangunnya sistem atau manajemen yang mampu mendukung
penerapan kebijakan pengelolaan keuangan negara yang benar-benar
didasarkan pada kinerja unit kerja atau lembaganya.
Terkait dengan kondisi nyata tersebut, PERSADI terpanggil untuk berpartisipasi
dalam mempercepat pelaksanaan reformasi administrasi negara. Partisipasi ini
dilakukan antara lain dengan menyelenggarakan seminar nasional tentang
reformasi administrasi negara dalam kerangka negara kesatuan RI.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS