Teori adalah rangkaian ide  mengenai bagaimana dua variabel atau lebih berhubungan. Terdapat  beberapa kelompok teori dalam administrasi negara, antara lain:
1)  Teori deskriptif eksplanatif, merupakan teori yang bersifat memberi  penjelasan secara abstrak realitas administrasi negara. Misalnya teori  yang menjelaskan tentang ketidakmampuan administratif.
2) Teori  normatif, yaitu teori yang bertujuan menjelaskan situasi masa mendatang,  idealnya dari suatu kondisi. Misalnya teori tentang kepemimpinan ideal  masa depan.
3) Toeri Asumtif, yaitu terori-teori yang menekankan  pada prakondisi, anggapan adanya suatu realitas sosial dibalik teori  atau proposisi. Misalnya Teori X dan Y dari McGregor yang menyakan  manusia mempunyai kemampuan baik (Y) dan kurang baik (X).
4)  Teori Instrumental, yaitu teori-teori yang memfokuskan pada “bagaimana  dan kapan”, lebih pada penerapan atau aplikasi dari teori. Misalnya  teori tentang kebijakan, bagaimana kebijakan dijalankan dan kapan  waktunya.
Teori Administrasi publik
Masalah Utama Admnistrasi Publik
 Ada beberapa isu atau permasalan penting yang sering dibahas dalam ilmu
administrasi negara antara lain :
1) Pelayanan publik
Administrasi  publik sebagai proses administrasi for publik, pada hakekatnya adalah  memberi pelayanan publik. Hal ini sejalan dengan demokrasi yang mana  masyarakat mempunyai hak yang sama untuk menerima pelayanan dari  pemerintah. Dalam masalah ini yang terpenting adalah bagaimana  pemerintah/negara memberikan pelayanan yang baik, cepat dan berkualitas  kepada seluruh warga masyarakat.
2) Motivasi Pelayanan Publik
Dalam  masalah ini isu terpenting adalah membahas motivasi seperti apa yang  dimiliki oleh administrator dalam memberikan pelayanan publik. Ada yang  berdasarkan norma, rasional dan perasaan.
3) Maladministrasi
Maladministrasi  merupakan kesalahan dalam praktekt administrasi. Pembahasan teori  administrasi publik juga akan membahas masalah kesalahan-kesalahan  tersebut sebagai kajian utama, seperti lambannya birokrasi, rutinitas  dan formalitas pelayanan.
4) Etika Administrasi Publik
Masalah  penting lainnya dalam administrasi publik adalah etika administrasi.  Dalam hal ini yang menjadi sorotan adalah nilai baik dan buruk. Apakah  pelayanan atau prosedur administrasi publik dinilai baik atau buruk oleh  masyarakat. Dalam hal ini termasuk korupsi menjadi bahasan utama.
5) Kinerja dan Efektivitas
Seringkali  masalah kinerja dan efektivitas menjadi isu sentral dari administrasi  publik. Hal tersebut dipahami karena administrasi sebagai proses  mencapai tujuan, maka persoalan pencapaian dan dan cara mencapai  tersebut menjadi penting. Oleh karena itu bagaimana cara kerja (kinerja)  yang dijalankan apakah sudah baik sehingga tujuan dapat tercapai  (efektif).
6) Akuntabilitas Publik
Administrasi publik yang  dijalankan oleh pemerintah harus bisa dipertanggungjawabkan kepada  seluruh warga. Ada kewajiban untuk melakukan pekerjaan yang dapat  dikontrol, diawasi dan dipertanggungjawabkan kepada warga/publik. Hal  tersebut merupakan masalah pokoknya.
Paradigma administrasi publik
Paradigma I :
Dikotomi Politik-Administrasi (1900-1926)
Tokoh : Frank J Goodnow dan Leonard D. White
Frank  J Goodnow dan Leonard D White dalam bukunya Politics and Administration  menyatakan dua fungsi pokok dari pemerintah yang berbeda:
1. Fungsi politik yang melahirkan kebijaksanaan atau keinginan negara,
2. Fungsi Administrasi yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan negara.
Penekanan  pada Paradigma ini terletak pada Locusnya, menurut Goodnow Locusnya  berpusat pada (government Bureucracy ) birokrasi Pemerintahan. Sedangkan  Focusnya yaitu metode atau kakian apa yang akan dibahas dalam  Administrasi Publik kurang dibahas secara jelas. Administrasi negara  memperoleh legitimasi akademiknya lewat lahirnya Introduction To the  study of Public Administration oleh Leoanrd D White yang menyatakan  dengan tegas bahwa politik seharusnya tidak ikut mencampuri  administrasi, dan administrasi negara harus bersifat studi ilimiah yang  bersifat bebas nilai.
Paradigma II:
Prinsip-Prinsip Administrasi Negara (1927-1937)
Tokoh : Gulick dan Urwick, F.W. Taylor, Henry Fayol, Mary Parker Follet, dan Willooghby
Di  awali dengan terbitnya Principles of Public Adminisration karya W F  Willoughby. Pada fase ini Administrasi diwarnai oleh berbagai macam  kontribusi dari bidang-bidang lain seperti industri dan manajemen,  berbagai bidang inilah yang membawa dampak yang besar pada timbulnya  prinsip-prinsip administrasi,
Prinsip-prinsip tersebut yang menjadi  Focus kajian Administrasi Publik sedangkan Locus dari paradigma ini  kurang ditekankan karena esensi prinsip-prinsip tersebut, dimana dalam  kenyataan bahwa bahwa prinsip itu bisa terjadi pada semua tatanan,  lingkungan, misi atau kerangka institusi, ataupun kebudayaan, dengan  demikian administrasi bisa hidup dimanapun asalkan Prinsip-prinsip  tersebut dipatuhi.
• Pada paradigma kedua ini pengaruh manajemen Kalsik sangat besar Tokoh-tokohnya adalah :
•  F.W Taylor yang menuangkan 4 prinsip dasar yaitu ; perlu mengembangkan  ilmu manajemen sejati untuyk memperoleh kinerka terbaik ; perlu  dilakukukan proses seleksi pegawai ilmiah agar mereka bisa tanggung  jawan dengan kerjanya ; perlua ada pendidikan dan pengembangan pada  pegawai secara ilmiah ; perlu kerjasama yang intim antara pegawai dan  atasan à ( prinsip management ilmiah Taylor )
• Kemudian disempurnakan oleh Fayol ( POCCC ) dan Gullick dan Urwick ( Posdcorb )
Paradigma III
Administrasi Negara Sebagai Ilmu Politik (1950-1970)
Tokoh : Nicholas Henry
•  Menurut HERBERT SIMON ( The Poverb Administration ) à Prinsip Managemen  ilmiah POSDCORB tidak menjelaskan makna “ Public” dari “public  Administration “ menurut Simon bahwa POSDCORB tidak menjelaskan apa yang  seharusnya dilakukan oleh administrator publik terutama dalam decision  making. Kritik Simon ini kemudian menghidupkan kembali perdebatan  Dikotomi administrasi dan Politik
• Kemudian muncullah pendapat  Morstein-Mark ( element Of Public Administration yang kemudian kembali  mempertanyakan pemisahan politik san ekonomi sebagai suatu hal yang  tidak realistik dan tidak mungkin
• Kesimpulannya Secara singkat  dapat dipahami bahwa fase Paradigma ini menerapkan suatu usaha untuk  menetapkan kembali hubungan konseptual antara administrasi saat itu,  karena hal itulah administrasi pulang kembali menemui induk ilmunya  yaitu Ilmu Politik, akibatnya terjadilah perubahan dan pembaruan  Locusnya yakni birokrasi pemerintahan akan tetapi konsekuensi dari usaha  ini adalah keharusan untuk merumuskan bidang ini dalam hubungannya  dengan focus keahliannya yang esensial. Terdapat perkembangan baru yang  dicatat pada fase ini yaitu timbulnya studi perbandingan dan pembangunan  administrasi sebagi bagian dari Administrasi negara.
Paradigma IV:
Administrasi Negara Sebagai Ilmu Administrasi (1956-1970)
Tokoh : Henderson, Thompson, Caldwen
•  Istilah Administrative Science digunakan dalam paradigma IV ini untuk  menunjukkan isi dan focus pembicaraan, sebagai suatu paradigma pada fase  ini Ilmu Administrasi hanya menekankan pada focus tetapi tidak pada  locusnya,
• Ia menawarkan teknik-teknik yang memerlukan keahlian dan  spesialisasi, pengembangan paradigma ke-4 ini bukannya tanpa hambatan,  banyak persoalan yang harus dijawab seperti misal adalah apakah jika  fokus tunggal telah dipilih oleh administrasi negara yakni ilmu  administrasi, apakah ia berhak bicara tentang public (negara) dalam  administrasi tersebut dan banyak persoalan lainnya.
Paradigma V:
Administrasi Negara sebagai Administrasi Negara (1970)
Pemikiran Herbert Simon tentang perlunya dua aspek yang perlu dikembangkan dalam disiplain AN:
1. Ahli Administrasi Negara meminati pengembangan suatu ilmu Administrasi Negara yang murni
2. Satu kelompok yang lebih besar meminati persoalan-persolan mengenai kebijaksanaan publik.
Lebih  dari itu administrasi negara lebih fokus ranah-ranah ilmu kebijaksanaan  (Policy Science) dan cara pengukuran dari hasil- hasil kebijaksanan  yang telah dibuat, aspek perhatian ini dapat dianggap sebagi mata rantai  yang menghubungkan antara fokus administrasi negara dengan locusnya.  Fokusnya adalah teori-teori organisasi, public policy dan tekhnik  administrasi ataupun manajemen yang sudah maju, sedangkan locusnya ialah  pada birokrasi pemerintahan dan persoalan-persoalan masyarakat (Public  Affairs).
Paradigma VI
Model Birokrasi Klasik.
Tokoh : Taylor, Wilson, Weber,Gullick Urwick
Birokrasi  adalah suatu usaha dalam mengorganisir berbagai pekerjaan agar  terselenggara dengan teratur. Pekerjaan ini bukan hanya melibatkan  banyak personil (birokrat), tetapi juga terdiri dari berbagai peraturan  dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Birokrasi diperlukan agar  penyelenggaraan tugas pemerintahan tersebut terlaksana secara efisien,  efektif dan ekonomis.
Dalam memahami lebih jelas pengertian birokrasi  ini, maka dikemukakan ciri-ciri idealnya dari Max Weber (Frederickson,  1984) yang dikenal sebagai salah satu tokoh dalam aliran birokrasi  klasik (atau aliran tradisional). Ciri-ciri ini antara lain; suatu  birokrasi terdiri dari berbagai kegiatan, pelaksanaan kegiatannya  didasarkan pada peraturan yang konsisten, jabatan dalam organisasi  tersusun dalam bentuk hierarki, pelaksanaan tugas dengan impersonality,  sistem rekruitmen birokrat berdasar pada sistem kecakapan (karier) dan  menganut sistem spesialisasi, dan penyelenggaraan pemerintahan dilakukan  secara terpusat (sentralisasi).
Meskipun birokrasi klasik ini banyak  dikritik, namun sampai sekarang, tetap ada beberapa karakteristik dari  model ini yang bertahan dalam birokrasi pemerintahan.  Kelemahan-kelemahannya antara lain, seperti terlalu kakunya peraturan  yang menyertai model ini, menyebabkan banyak ahli yang melakukan  penelitian untuk penyempurnaannya.
Paradigma VII
Model Neo Birokrasi
Tokoh : Simon,Cyert, March,Gore
Model  pendekatan neo-birokrasi merupakan salah satu model dalam  erabehavioral. Nilai yang dimaksimumkan adalah efisiensi, ekonomi, dan  tingkat rasionalisme yang tinggi dari penyelenggaraan pemerintahan. Unit  analisisnya lebih banyak tertuju pada fungsi “pengambilan keputusan”  (decision making) dalam organisasi pemerintahan. Dalam proses  pengambilan keputusan ini, pola pemikirannya bersifat “rasional”; yakni  keputusan-keputusan yang dibuat sedapat mungkin rasional untuk dapat  mencapai tujuan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; model pengambilan  keputusan didasarkan pada prinsip manajemen modern; pendekatan dalam  mengambil keputusan didasarkan pada analisis sistem; dan di dalam  praktiknya banyak menggunakan penelitian operasi (operation research).
Kelebihan  model ini, telah banyak dibuktikan melalui “unit analisisnya” yang  lebih didasarkan pada teknik-teknik ilmu manajemen yang telah mapan  sebagai kelengkapan pemecahan masalah dalam banyak organisasi besar,  termasuk organisasi militer dan pemerintahan. Teknik manajemen ilmiah  telah banyak digunakan dalam kegiatan penganggaran, penjadwalan proyek,  manajemen persediaan, program perencanaan karyawan, serta pengembangan  produk untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Dibalik kelebihannya,  juga memiliki berbagai kelemahan, antara lain tidak semua persoalan  dalam pemerintahan dapat dikuantitatifkan dalam menerapkan prinsip  manajemen ilmiah seperti yang diharapkan dalam penerapan model ini.
Paradigma VIII
Model Kelembagaan
Tokoh : Lindbloom, J. Thompson, Mosher, Blau, Riggs
Model  kelembagaan merupakan penjelmaan dari era behavioralisme. Ciri-cirinya,  antara lain bersifat empiris. Di samping memperhatikan aspek internal,  juga pada aspek ekstemal, seperti aspek budaya turut menjadi perhatian  utama dalam kajian organisasi pemerintahan (sistem terbuka).
Para  penganut model ini lebih tertarik mempelajari organisasi pemerintahan  apa adanya (netral), dibanding mengajukan resep perbaikan (intervensi)  yang harus dilakukan dalam peningkatan kinerja organisasi pemerintahan.  Namun demikian, hasil karya dari tokoh penganut aliran sangat berjasa  dalam pengembangan teori organisasi, karena hasil-hasil karya yang ada  sebelumnya cenderung menganalisis organisasi dengan “sistem tertutup”  tanpa memperhitungkan aspek eksternal organisasi, yang secara realita  sangat menentukan terhadap kinerja organisasi pemerintahan.
Paradigma IX
Model Hubungan Kemanusiaan
Tokoh : Mcgregor, Argyris
Model  hubungan kemanusiaan mengkritik model-model birokrasi. pemerintahan  yang ada sebelumnya, yakni model birokrasi klasik dan model  neo-birokrasi yang terlalu memformalkan seluruh kegiatan dalam  organisasi pemerintahan. Model hubungan kemanusiaan melihat secara  empiris, bahwa ternyata aturan yang terlalu kaku, dapat menimbulkan  kebosanan orang (birokrat) bekerja dalam organisasi.
Ciri-ciri model  ini, antara lain melihat perlunya diperhatikan; hubungan antarpribadi,  dinamika kelompok, komunikasi, sanksi yang tidak perlu merata,  pelatihan, motivasi kerja dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintahan.  Sejalan dengan ciri-ciri tersebut, maka nilai yang dimaksimalkan adalah  kepuasan kerja, perkembangan pribadi, harga diri individu dalam  organisasi pemerintahan. Model ini tetap menganjurkan perlunya  pengawasan, namun tidak perlu dilakukan secara ketat dan merata kepada  semua anggota organisasi. Hanya mereka yang memerlukan pengawasan adalah  yang perlu diberikan. Hal yang paling penting dilakukan adalah  memperbaiki sistem organisasi agar tercipta suasana kerja yang  memungkinkan anggota organisasi dapat berhubungan secara baik dengan  rekan kerjanya agar tercipta suasana yang dapat meningkatkan inovasi  aparatur pemerintahan.
Paradigma X
Model Hubungan Publik
Tokoh : Ostrom, Buchanan, Olson, Oppenheimer
Model  birokrasi pilihan publik merupakan pendekatan yang paling mutakhir  dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pendekatan ini masih banyak bersifat  teoretis dibanding bukti empiris di lapangan. Resep-resep yang ada  dalam penyelenggaraan pemerintahan kebanyakan bersifat ideal, namun  bukti penerapannya, masih tergolong langka. Hal ini antara lain  disebabkan karena pendekatan ini memang relatif masih muda usianya.
Ciri-cirinya,  antara lain; lebih bersifat anti birokratis, berdasar pada distribusi  pelayanan, desentralisasi, dan tawar-menawar yang berorientasi kepada  klien. Ada berbagai prasyarat yang seharusnya terpenuhi dalam penerapan  model ini, antara lain: (1) sistem politik harus dapat menjamin  partisipasi dalam mengemukakan pendapat secara objektif dan bertanggung  jawab; (2) sistem administrasi pemerintahan yang selalu dinamis, mampu  menyesuaikan diri dengan fungsi yang terus berubah; (3) birokrat harus  mampu mengoreksi diri sendiri, dan; (4) perlu ada langkah kongkrit yang  dapat dilakukan dalam mengefektifkan pemberdayaan masyarakat, antara  lain adalah meningkatkan kesadaran kritis dalam hal politik pada  berbagai lapisan masyarakat. Langkah ini terlaksana apabila terjadi  komunikasi yang “dialogis” antara perumus kebijaksanaan dan masyarakat  pengguna pelayanan.
Paradigma XI
Administrasi Negara Baru (New Public Administration
Tokoh : J. V. Denhard
• Melayani warga masyarakat bukan pelanggan;
• Mengutamakan kepentingan Publik
• Lebih menghargai warga negara bukan kewirausahaan
• Berfikir strategis dan bertindak demokratis
• Menyadari akuntabilitas bukan suatu yang mudah
• Melayani dari pada mengendalikan
• Menghargai orang buka produktivitas semata
Konsep  mutakhir administrasi negara adalah good governance yang memberikan  lebih banyak hal yang harus dihadirkan pemerintahan dalam pelayanan  kepada masyarakat. Good governance lahir di tengah-tengah masyarakat  yang kompleks, kritis, dan turunnya sumber daya yang dimiliki pemerintah  jika dibandingkan permasalahan yang dihadapi, sehingga konsep ini  menjadi sangat relevan untuk diadopsi dalam penyusunan kabinet jika  memang benar presiden yang terpilih nantinya memiliki political will  yang besar terhadap perbaikan bangsa. JIka sungguh-sungguh ingin  melaksanakan good governance, dari penyusunan kabinet itu sudah  tercermin.
Konsep Administrasi negara baru yang lahir pada tahun  1980-an, mendorong pemerintah untuk tidak saja adil tetapi juga berpihak  pada yang lemah





