REVIEW PERATURAN PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR: 11 TAHUN 2001 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN MAKSIAT

Peraturan Propinsi Sumatera Barat  Nomor: 11 tahun 2001 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Maksiat ini dilatarbelakangi oleh nilai-nilai filosofis budaya Minangkabau yang tercakup dalam ungkapan: Adat Bersandi Syarak, Syarak Bersandi Kitabullah. Karena itu, pemerintah merasa perlu untuk membuat suatu peraturan untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai tersebut kedalam tatanan norma kehidupan masyarakat, agar terhindar dari berbagai bentuk perbuatan maksiat cenderung meresahkan dan mengganggu stabilitas kehidupan masyarakat.
Dalam Perda ini, yang dimaksud pencegahan dan pemberantasan maksiat termasuk didalamnya adalah perzinaan, perjudian, meminum minuman keras, penggunaan narkotika dan psikotropika serta zat adiktif lainnya, serta penerbitan dan penyiaran yang merangsang untuk berbuat maksiat. Meskipun demikian, berbagai peraturan perundang-undangan tersebut sejak diberlakukan sampai saat ini dirasakan masih belum efektif untuk mengurangi kegiatan maksiat serta dampak negatifnya terhadap masyarakat. Perbuatan maksiat masih merupakan masalah sosial yang serius, yang ada dan terus berkembang dalam masyarakat sejak dulu hingga sekarang.
Munculnya perda-perda yang mengatur persoalan moralitas dan syariah Islam ini direspon secara beragam, tidak saja oleh daerah lain, tetapi juga oleh masyarakat di daerah bersangkutan. Perda ini otomatis memancing respon-respon dari masyarakat. Ada tiga karakteristik respon. Pertama yaitu masyarakat yang menolak implementasi kebijakan, kedua yaitu kelompok yang mendukung kebijakan, dan yang ketiga yaitu masyarakat yang apatis, entah karena ketidaktahuan, ketidakpedulian, atau memang merasa percuma membahas hal-hal seperti itu.
Di Sumatera Barat, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan tercapainya perda ini. Mulai dari himbauan dalam bentuk iklan dan reklame, hingga razia-razia di tempat-tempat yang diduga menjadi tempat masiat juga telah dilaksanakan. Namun, perbuatan maksiat masih saja berkembang biak di Ranah Minang ini. Ditegaskan bahwa pelaksanaan dari perda tersebut adalah eksekutif, artinya aparat pemerintah harus menjalankan perda tersebut. Bila tidak, lembaga legislatif sebagai lembaga yang mengawasi pelaksanaan perda tersebut wajib memberikan peringatan kepada eksekutif agar bertanggungjawab menjalankan perda tersebut.
Menurut penulis, kelemahan dari perda ini terletak pada kontinuitas dan konsistensi dalam tahap implementasinya. Dalam Bab V tentang Pengawasan Dan Pembinaan Pasal 20 dikatakan, pernerintah daerah melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan pencegahan dan pemberantasan maksiat. Memang, selama ini pemerintah telah berupaya melakukan kegiatan tersebut, tapi apakah pencegahan yang dilakukan sudah terimplementasi secara kontinu atau tidak? Karena berhasilnya kebijakan juga dipengaruhi oleh implementasi secara rutin dan terus menerus.
Kemudian di Pasal 21 ayat b dikatakan; pemerintah akan melindungi masyarakat dan segala kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan/atau bahaya atas meluasnya perbuatan maksiat, dan ayat c; pemerintah akan mencegah generasi muda terlibat dalam kegiatan perbuatan maksiat. Namun kenapa di propinsi Sumatera Barat masih tersebar tempat-tempat karaoke merangkap PUB yang notabene menjual minuman-minuman keras? Tempat-tempat yang berbau maksiat juga masih banyak tersebar. Bagaimana mau mencegah perbuatan maksiat kalau tempatnya tidak dipangkas terlebih dahulu.
Kemiskinan dan lemahnya hukum juga menjadi faktor penyebab perda ini kurang efektif dijalankan. Dalam Bab VI mengenai Ketentuan Sanksi pasal 22 ayat 2, dikatakan 2) Pejabat berwenang yang lalai dalam menindak lanjuti laporan anggota masyarakat tentang tindakan maksiat, dapat dikenai sanksi administratif sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun kenyataan yang kita lihat sekarang adalah sanksi yang dijatuhkan bisa ditarik kembali dengan menggantinya dalam bentuk uang. Bahkan tak jarang kita dengar, pihak pemerintah serta aparat penegak hukum sendiri pun juga ikut terlibat aktif dalam kegiatan maksiat ini. Serta misalnya adalah faktor yang mendorong orang untuk mencari jalan pintas dalam mencapai tujuan hidup/cita-citanya dan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya.
Agar perda ini dapat terimplementasikan secara efektif, diperlukan peran pemerintah sebagai pengawas untuk terus melakukan pencegahan secara rutin dan terus menerus, memangkas tempat-tempat yang berpotensi maksiat, serta tentunya peran aktif masyarakat Sumatera Barat. Melihat kondisi sosial, politik, ekonomi dan hukum kita (Indonesia umumnya, dan Sumatera Barat khususnya) hingga kini masih belum stabil, masih diragukan jika penyakit masyarakat dapat diatasi secara tuntas. Pencegahan yang lainnya juga bisa dilakukan melalui jalur pendidikan, sosialiasi, penyadaran terhadap masyarakat termasuk dengan dakwah agama.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Post a Comment