Sistem Keseimbangan Reward dan Punishment untuk Reformasi Birokrasi

Kesan atas buruknya pelayanan
instansi pemerintah merupakan tantangan berat yang harus dihadapai dalam
proses reformasi birokrasi. Beberapa kesan yang berhasil ditemu-kenali
telah memberikan gambaran umum pelayanan publik yang secara bertahap
tetapi pasti harus dibenahi.

Dalam beberapa kasus,
layanan yang diberikan terkesan terlalu birokratis, tidak transparan,
terlalu panjang dan dirasakan seringkali berbelit-belit. Hal ini juga
diperburuk oleh kurangnya spirit pelayanan prima oleh aparat
penyedia layanan. Spirit bahwa birokrasi berkewajiban melayani
masyarakat dan tidak untuk dilayani belum melekat pada budaya kerja
aparatur.


Selain itu, layanan yang
diberikan kurang didukung oleh aparat yang kompeten dan profesional.
Keluhan tidak profesionalnya pelayanan publik yang muncul dari masyarakat
seringkali diperburuk oleh rendahnya kompetensi aparat. Kondisi ini
pada giliranya akan berpengaruh kepada kinerja pelayanan kepada publik
secara keseluruhan.

Pada beberapa jenis layanan
publik masih ditemukan adanya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN). Kondisi ini umumnya terjadi karena adanya beberapa situasi yang
saling mempengaruhi satu dengan lainnya.

Di satu sisi, kondisi
aparat dengan tingkat penghasilan yang relatif rendah terperangkap dalam
mental dan perilaku korup. Di sisi yang lain, masyarakat pengguna layanan
juga belum memiliki spirit untuk mendahulukan yang lebih berhak,
dan belum sepenuhnya mau melaksanakan semua kewajibannya secara benar.
Sebagian masyarakat bahkan menempuh jalan pintas untuk memperoleh berbagai
fasilitas pelayanan yang menguntungkan diri sendiri, meski akibatnya
akan berdampak buruk terhadap kinerja pelayanan publik secara keseluruhan.
Untuk itu, upaya pemberantas KKN tanpa pandang bulu diharapkan akan
mendorong komitmen berbagai pihak untuk secara bersama-sama menghilangkan
kebiasaan buruk tersebut.

Sehubungan dengan hal
tersebut, berbagai langkah kongkrit seharusnya dilaksanakan dengan mengkaitkan
secara langsung antara kinerja layanan, kompetensi aparat, tanggung
jawab dan resiko pekerjaan dengan kesejahteraan pegawai sebagai langkah
positif untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Untuk dapat memberikan
pelayanan terbaik ada tiga hal yang harus dibenahi, yaitu: Pertama,
organisasi
harus diatur dan disusun berdasarkan fungsi untuk menghasilkan

output
dan outcome yang sesuai dengan pelayanan yang diharapkan
masyarakat/pelanggan. Kedua, proses bisnis juga harus
dibenahi agar tidak saja akuntabel dan transparan, tetapi juga ringkas,
singkat dan murah. Ketiga, untuk menjalankan itu semua dibutuhkan
SDM
yang kompeten serta bekerja secara terukur dan disiplin.


Program pembenahan tiga
hal di atas dapat dijalankan apabila sistem reward
dan punishment dijalankan secara seimbang. Keuntungan dari penerapan
sistem reward dan punishment yang seimbang adalah: menurunnya
peluang korupsi; budaya kerja semakin baik; dan keluhan masyarakat/pelanggan
menurun. Keuntungan lain dari penerapan sistem reward
dan punishment yang seimbang adalah terbentuknya sinergitas antara
kinerja, integritas serta disiplin pegawai.


Secara umum hubungan
antara penerapan sistem reward
dan punishment yang seimbang dengan terbentuknya sinergitas antara
kinerja, integritas serta disiplin pegawai adalah:


  1. Setiap pegawai dituntut menghasilkan
    kinerja yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan dan organisasi

  2. Memiliki integritas yang sesuai
    dengan tuntutan organisasi dan masyarakat

  3. Disiplin dalam melaksanakan
    tugas dan menaati jam kerja


  4. Setiap pelanggaran kinerja,
    integritas dan disiplin, diancam dengan sanksi pemotongan rewards
    yang menjadi hak pegawai yang bersangkutan



Keseimbangan reward
dan punishment paling tidak membutuhkan empat syarat, yaitu:

Pertama
, dilakukan dengan cara diskriminasi dengan penerapan
job grading
(pemeringkatan kerja). Kedua, analisis beban
kerja. Ketiga, Standard Operating Procedures (SOP).
Ke-empat
, assessment centre (pusat penilaian). Sementara
pelaksanaannya dapat dilakukan secara bertahap, dengan memilih salah
satu satuan kerja sebagai pilot project.


Di dalam sistem birokrasi
publik di negara-negara yang relatif bersih, kita selalu bisa menyaksikan
bahwa prinsip reward dan punishment yang seimbang benar-benar
ditegakkan. Kita bisa perhatikan bagaimana mekanisme ini berjalan di
Singapura, sebuah negara kecil yang relatif berhasil mengendalikan korupsi
dalam bentuk suap.

Ketika seorang pengemudi
mobil di Singapura melakukan pelanggaran karena parkir tidak pada tempatnya
dan tertangkap basah oleh seorang petugas polisi, sistem reward and
punishment
langsung berjalan. Seandainya pengemudi mobil akan menyuap
polisi, dia harus berhitung apakah polisi tersebut bisa disuap dan tidak
melaporkan niat menyuap tersebut kepada pejabat kepolisian yang lebih
tinggi. Jika setelah terjadi suap, polisi itu melaporkan kasusnya, justru
penyuap akan mendapat denda lebih berat dan polisi tadi akan mendapat
imbalan, misalnya dalam bentuk credit point untuk kenaikan pangkatnya.

Hal yang sama terjadi
dari pihak si polisi, seandainya dia ingin menerima suap, dia harus
memastikan bahwa pengemudi mobil itu tidak akan melaporkan dirinya ke
divisi Internal Affairs di kepolisian. Jika ternyata pengemudi
mobil melaporkan polisi tersebut, dia akan mendapatkan keringanan denda
sedangkan petugas polisi tadi akan mendapatkan catatan kondite buruk,
mungkin bisa diturunkan pangkatnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Post a Comment