ANALISIS KASUS MERCY KILLING DALAM PERSPEKTIF ETIKA SOSIAL

LATAR BELAKANG
Persoalan etika sosial menyeruak karena semakin kompleksnya kehidupan masyarakat modern berbarengan dengan globalisasi masalah-masalah social, politik, ekonomi, dan budaya. Jangkauan telaah etika sosial pun semakin luas, bukan saja melibatkan hubungan antarkelompok masyarakat namun juga antaretnis atau Negara.
Sekiranya setiap orang menuntut kebebasan mutlak bagi dirinya maka tak bisa dibayangkan betapa kacaunya system social tersebut. Batas dari kebebasan seseorang adalah kebebasan orang lain. Batas-batas ini dimaksudkan untuk melindungi hak asasi manusia.
Selain memerlukan lebih banyak konseptualisasi maupun aplikasi yang bersifat multi-facet, etika social juga memerlukan pemikiran-pemikiran serius tentang interaksi antarmanusia, dan juga sikap-sikap social yang berkembang dalam masyarakat sendiri.
Etika social juga mempersoalkan hak setiap pranata untuk memberi perintah yang harus ditaati. Bukan berarti etika social menolak adanya norma dan mencegah pelbagai pranata dalam masyarakat untuk menuntut ketaatan, tetapi yang lebih dari itu, adalah kepastian mengenai pertanggungjawaban.
Etika social lebih banyak mengundang perdebatan karena masalah-masalah yang ada di dalamnya lebih mudah menimbulkan beragam pandangan dibandingkan dengan etika individual. Disamping itu, dalam kenyataan dapat dilihat bahwa norma-norma dalam etika social harus selalu diterapkan pada keadaan yang konkret. Setiap norma menjelmakan kebaikan, secara umum kewajiban setiap manusia adalah melakukan kebaikan, namun cara-cara untuk melakukan kebaikan itu beraneka ragam. Seperti sebuah kasus pembunuhan pada penderita HIV AIDS akut yang didasari oleh niat baik dan rasa kasihan si pelaku, yang akan penulis analisis melalui perspektif etika social berikut.

Kebaikan yang “Lain”
Secara umum kebaikan berarti sifat atau karakterisasi dari sesuatu yang menimbulkan pujian. Apabila orang menginginkan kebaikan dari suatu perilakunya, ia akan berusaha bersikap baik, normal, rasionalitas, dan sebagainya.
Jika menginginkan kebaikan tatanan sosial, maka yang diperlukan adalah sikap-sikap sadar hukum, saling menghormati, perilaku yang baik, dan sebagainya. Ide lingkup kebaikan ini sangat universal. Namun, kebaikan ini tidak bermakna lagi jika buntut dari kebaikan tersebut berbuah sesuatu yang berbau kriminal.
Seperti yang dilakukan oleh Ray Gosling, 70 tahun, seorang veteran reporter British TV, yang membuat greger publik Inggris setelah mengaku menghabisi sendiri pasangannya karena tak tahan melihat penderitaan sang pacar yang mengidap penyakit AIDS.
Menurutnya, pasangannya tersebut sangat kesakitan, sehingga ia memutuskan menghabisi nyawa pacarnya dengan cara mengambil bantal dan membekapnya hingga tidak bernapas lagi.
Pertimbangan moral yang bisa kita gunakan disini adalah penilaian khusus pribadi dan penilaian atas pilihan tindakan. Penilaian khusus tersebut merujuk kepada pribadi baik itu menyangkut diri sendiri maupun orang lain. Jika dalam tahap sebelumnya hanya terungkap bahwa “orang yang sakit harus dibantu”. Yang berperan dalam penilaian khusus pribadi ini ialah kesadaran tentang berbagai macam perilaku dengan melibatkan penalaran-penalaran etis. Di samping itu, kesadaran tersebut juga ditunjang oleh watak dan kepekaan seseorang dalam menilai masalah sehari-hari.
Setelah melalui proses penilaian di antara beberapa alternatif tindakan yang mungkin, akhirnya orang tersebut bertindak berdasarkan keyakinan moralitasnya. Di sini pertimbangan moral yang terjadi benar-benar sudah final, walaupun ia berusaha mencari jalan keluar yang lain seperti “saya harus membunuh dia, saya tidak ingin melihat dia sakit lebih lama lagi”.
Pelaku melakukan pembunuhan tersebut atas dasar niat baik. Tapi bagaimanapun juga dilihat dari segi apapun, ia telah melakukan pembunuhan. Pembunuhan yaitu suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum, maupun yang tidak melawan hukum. Atas dasar kebaikanpun, ia tetap telah melakukan pembunuhan. Rasa kasihan yang berlebihan membuat ia gelap mata dengan melakukan “tindakan baiknya” melalui pembunuhan.
Dalam mempertimbangkan suatu perbuatan dari sudut moral atau etika, ia terlebih dahulu akan melihat kepada pemahaman moral yang sudah dipunyainya. Oleh karena itu, contoh ungkapan yang berlaku pada tahap ini adalah “menolong orang dengan cara tertentu adalah baik”. Predikat “dengan cara tertentu” dalam hal ini merupakan upaya menilai apakah suatu fenomena benar-benar merujuk kepada kaidah moral umum yang berlaku. Perbuatan menolong orang yang sedang dililit hutang dengan cara meminjamkan uang adalah perbuatan baik dan benar. Akan tetapi menolong seseorang yang sedang sakit dengan cara membunuhnya merupakan perbuatan yang tidak bisa dibenarkan

Kemanusiaan dan Hak untuk Hidup
Kebebasan dan hak asasi manusia serta-merta mencakup tiga komponen berikut; hak hidup, hak bebas, dan hak milik. Setiap manusia terlahir dengan hak-hak asasi beserta kebebasan untuk memilih yang mengikat dalam dirinya.
Dilihat dari kacamata psikologis, tindakan stigmatisasi dan diskriminasi bagi para penderita HIV AIDS sesungguhnya telah menjadi bagian dari tindakan membunuh penderita dengan cara-cara yang lebih keji daripada “daya bunuh” penyakit AIDS itu sendiri. Apalagi dengan tindakan yang benar-benar suatu fenomena pembunuhan.
Orang yang Hidup dengan HIV dan AIDS rentan mendapat perlakuan diskriminatif, karena stigma bahwa mereka tidak bermoral, dalam kasus ini mereka tidak layak untuk hidup. Akibatnya, mereka sering mendapat perlakukan yang tidak manusiawi; banyak di antara mereka yang dikeluarkan dari pekerjaannya, diusir dari rumahnya, maupun ditolak oleh keluarga dan kawan-kawannya, serta sejumlah perlakuan diskriminatif lainnya. Dan yang lebih parahnya lagi, cara pembunuhan dipilih sebagai wujud dari rasa sayang dan kasihan.
Diskriminasi terhadap penderita HIV dan AIDS juga dituntun oleh mitos. Orang enggan berdekatan dengan penderita HIV dan AIDS karena menyangka bisa tertular oleh keringat atau hembusan nafasnya. Dalam suasana kesalahpahaman, ketakutan, dan bahkan kebencian seperti itulah, orang-orang yang hidup dengan HIV dan AIDS harus menjalani sisa hidupnya dengan hak-hak asasi yang terampas.
Mengingat begitu kompleksnya fenomena sosial-kemanusiaan tersebut, kasus HIV dan AIDS menjadi sarat dengan muatan-muatan hak asasi manusia. Oleh karena itu, kita tidak bisa seenaknya mengekspos secara lengkap identitas dari pengidap HIV dan AIDS. Sebaliknya, kita juga tidak bisa membenarkan seorang pengidap – yang karena perasaan dendam misalnya secara bebas melakukan aktivitas yang berpotensi menularkan kepada orang lain.
Sesungguhnya, diskriminasi terhadap penderita HIV dan AIDS bukan saja melanggar hak-hak asasi manusia, melainkan juga sama sekali tidak membantu usaha mencegah epidemi ini. Mengucilkan penderita HIV dan AIDS tidak akan mengecilkan bahaya penularan HIV dan AIDS.
Kaitan moralitas dengan kasus ini sangatlah erat. Moralitas dimaksudkan untuk menentukan sampai berapa jauh seseorang memiliki dorongan untuk melaksanakan tindakan-tindakannya sesuai dengan prinsip-prinsip etika dan moral. Latar belakang budaya, pendidikan, pengalaman, dan karakter individu adalah sebagian di antara faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat moralitas seseorang. Dorongan untuk mencari kebenaran atau kebaikan senantiasa ada pada diri manusia, yang membedakan tingkat moralitas adalah kadar atau kuat tidaknya dorongan tersebut. Moralitas berkenaan dengan nilai-nilai etika dan moral yang terdapat di dalam nurani manusia beserta internalisasi nilai-nilai itu dalam dirinya.

KESIMPULAN
Dalam berbagai aspek masalah sosial dan masalah kesejahteraan umum, hampir semua keputusan akan mempunyai akibat-akibat etis yang dalam jangka panjang akan terasa begitu penting. Oleh karena itu, kesediaan seluruh komponen masyarakat untuk senantiasa memperkokoh kemampuan dalam melakukan pertimbangan-pertimbangan moral pada gilirannya merupakan landasan yang paling kuat bagi setiap dimensi pembangunan. 

DAFTAR PUSTAKA
Kumorotomo, Wahyudi. Etika Administrasi Negara. 2008. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
www.wihara.com/forum/.../3534-membunuh-demi-kebaikan
www.secangkirteh.com/forum/index.php?action=printpage
http://swaramuslim.net/more.php?id=A2442_0_1_0_M
www.unhas.ac.id/rhiza/arsip/mystudents/filsafat-
http://curhatkita.blogspot.com/2009/01/hati-hati-dengan-rasa-kasihan.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Post a Comment